KedaiPena.Com– Upaya-upaya untuk melakukan framing yang bertujuan menyoroti ketidaknetralan aparat negara dalam hal ini polisi pada Pemilu 2024 terus digaungkan. Upaya itu digaungkan oleh PDI Perjuangan atau PDIP selaku partai pemenang Pemilu dua periode.
Co-Founder Cakra Manggilingan Institute Agus Zaini menyoroti sikap mantan Walikota yang juga politikus PDIP, FX Hadi Rudyatmo, mengeluhkan kedatangan polisi ke kantor DPC PDIP Kota Solo di Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan.
“Rudy menuding, pihak kepolisian telah melakukan intimidasi dan intervensi partai politik,” kata Agus dalam keterangan tertulis, (17/11/2023).
Agus terheran-heran dengan perbedaan dari dua parpol koalisi PDIP dalam menyikapi kedatangan aparat kepolisian ke kantor partainya. Ketua DPD Partai Perindo Kota Surakarta, Milia Jatmiati kata dia, malah memuji tindakan Polresta Surakarta memberikan rasa aman bagi dirinya dan kantor partainya.
“Kurang lebih senada, Ketua DPC PPP Kota Surakarta, Edi Jasmanto, menuturkan bahwa kantornya juga kerap disambangi petugas. Namun, apa yang dilakukan aparat penegak hukum tersebut dinilainya sangat positif. Justru ia menilai, kegiatan patroli polisi ke objek-objek vital termasuk kantor partai adalah wajar untuk menciptakan rasa aman dan menjaga Kamtibmas menjelang Pemilu,” jelas dia.
Agus menyimpulkan apa yang disampaikan oleh FX Hadi Rudyatmo merupakan upaya dari ingin memunculkan narasi tentang aparat negara yang tidak bersikap netral. Terlebih, saat Rudy tidak bisa menjelaskan lebih jauh, apa bentuk tindakan intimidasi dan intervensi yang dimaksud.
“Pandangan bahwa pihak kepolisian telah mengintimidasi dan mengintervensi partainya terkesan ingin memunculkan narasi tentang aparat negara yang tidak bersikap netral. Terlebih, saat Rudy tidak bisa menjelaskan lebih jauh, apa bentuk tindakan intimidasi dan intervensi yang dimaksud,” beber Agus.
Agus tak menampik situasi nasional terasa semakin dramatis ketika pencabutan baliho capres Ganjar Pranowo oleh petugas Satpol PP viral di media sosial. Pencabutan baliho tersebut diklaim dilakukan diberbagai daerah di Indonesia.
“Padahal, setelah dikonfirmasi, Asisten Pemerintah Kota Pematang Siantar, Junaedi Antonius Sitanggang, pihaknya tidak hanya mencopot baliho Bacapres tertentu tetapi semua spanduk, termasuk milik partai politik yang banyak menyalahi aturan,” jelas Agus.
Atas dua kejadian di atas, Agus menyimpulkan, bahwa terdapat upaya kepada publik untuk melakukan framing yang bertujuan menyoroti ketidaknetralan aparat negara. Pasalnya, berbagai narasi dan video serentak diviralkan melalui media massa, media sosial, hingga masuk ke ruang-ruang chat pribadi.
“Aksi serentak dan senada itu seperti sengaja dibuat untuk meyakinkan publik bahwa aparatur negara telah bertindak tidak independen dan intimidatif bahkan cenderung melakukan intervensi. Sayangnya narasi itu dibangun dengan cara-cara manipulatif,” pungkas Agus.
Laporan: Tim Kedai Pena