KedaiPena.Com – Ketua Swing Voters Indonesia, Adhie Massardi menilai hasil perhitungan cepat atau quickcount pemilihan presiden (pilpres) yang dirilis oleh berbagai lembaga survei sangat jelas digunakan sebagai alat untuk penggiringan opini.
“Memang kelihatan sekali quickcount ini dibuat untuk menggiring opini seolah-olah itu real fakta. Nanti mereka bermain di perhitungan faktual disesuaikan dengan apa yang sudah mereka bikin,” ujar Adhie Massardi dalam sebuah video yang diterima redaksi, Rabu (24/4/2019).
Adhie pun lantas mengingatkan kembali tujuan dan fungsi dari quickcount itu sendiri. Adhie menceritakan sejarah digunakan quickcount sebagai alat perlawanan di Filipina.
“Sejarahnya waktu itu di Filipina tahun 1986 ketika pada saat Ferdinand Marcos
bertemu Corry Aquino di pilpres. Waktu itu masyarakat sudah terbiasa dengan manipulasi yang dilakukan Presiden Marcos melalui KPU Filipina,” ujar Adhie.
Adhie melanjutkan saat itu masyarakat yang sudah lelah dengan kebohongan dari rezim Marcos dan ingin melakukan membuat sebuah lembaga yang diberi nama ‘Nasional Citizen Movement Free Election‘ (Namfrel).
“Namfrel digagas oleh Jose S. Concepcion, tahun 1986 awal kemudian dia menyelenggarakan operasi quickcount yang dilakukan setelah pencoblosan pilpres di Filipina yang mempertarungkan Marcos dengan Aquino,” beber Adhie.
Kala itu, lanjut Adhie, quickcount yang digelar oleh Namfrel menyatakan kemenangan untuk Aquino. Hal tersebut berbeda dengan keputusan KPU Filipina yang memenangkan Presiden Marcos.
“Tentu saja track record KPU yang brengsek tidak bisa dipercaya, tidak adil tidak jujur ya masyarakat lebih percaya kepada quickcount yang Namfrel buat. Akhirnya muncullah pergolakan sosial di masyarakat lahirlah people power untuk mendukung kebenaran suara rakyat dikumpulkan,” tegas Adhie.
Mantan Juru Bicara Presiden Gus Dur ini pun menegaskan Namfrel kala itu menjadikan hakekat quickcount untuk menjaga kesucian suara rakyat. Karena suara rakyat adalah suara Tuhan yang harus dijaga.
“Jadi dasar quickcount itu adalah untuk menjaga suara rakyat agar tidak dimanipulasi. Tapi di sini kita temen-teman akademisi membuat lembaga survei itu membuat quickcount justru untuk menutupi kecurangan. Jadi legitimasi kecurangan bertentangan dengan hakikat dibuatnya quickcount,” pungkas Adhie.
Diketahui, 12 lembaga survei merilis hasil quick count yang menunjukkan Jokowi-Ma’ruf Amin unggul di Pilpres 2019. Rata-rata lembaga survei itu menyebut Jokowi unggul pada kisaran 54-55 persen.
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto sendiri mengkritik lembaga survei. Prabowo menyebut lembaga survei sudah mengeluarkan informasi bohong.
“Percaya nggak lembaga survei abal-abal? Hai tukang bohong, tukang bohong, rakyat tidak percaya sama kalian. Mungkin kalian harus pindah ke negara lain. Mungkin kau bisa pindah ke Antartika, kalian tukang bohong, kau bisa bohongi penguin di Antartika,” kata Prabowo dalam syukuran klaim kemenangan di depan kediamannya di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2019).
Laporan: Muhammad Hafidh