KedaiPena.Com – Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia (UI) , Djamester Simarmata menyatakan, kesiapannya meladeni tantangan berdebat soal utang negara yang dilayangkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
“Saya sering memberikan tweet kepada Menteri Keuangan dan langsung ke Pak Jokowi, karena kita terlalu banyak minjam dan ini berbahaya,” ucap Djamester Simarmata kepada KedaiPena.Com, Minggu, (7/6/2020).
Selain itu, Djamester Simarmata mengatakan alasan dirinya ingin ikut menerima tantangan berdebat LBP.
Hal itu semata-mata lantaran dirinya ingin berkontribusi menyampaikan pandangannya dalam diskusi tersebut.
“Karena tadinya saya melakukan tweet tentang masalah utang, dan ketika itu diungkap oleh Bapak Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) saya pikir saya ingin ikut kontribusi diskusi,” tambahnya.
Dikutip dari akun Twitter pribadinya, Djamester Simarmata menyanggupi tantangan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
“Caranya gimana? Saya termasuk yang tidak setuju. Tolong ditentukan waktunya, saya persiapkan bahan,” dikutip dari akun twitter pribadi milik Djamester Simarmata
Selain itu, ia mengatakan sebelum banyak orang yang membicarakan terkait permasalahan hutang, dirinya telah terlebih dahulu membicarakan dan mempresentasikan papernya pada saat kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI).
“Karena sebelum banyak orang yang ribut masalah hutang, pada tahun 2006 sudah 13 tahun lalu saya sudah menulis paper disebuah di kongres ISEI di Manado, saya mempresentasikan paper tentang keberlanjutan fiskal,” katanya.
“Dan saya sudah melihat potensinya berbahaya,” sambungnya.
Tidak hanya itu, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia tersebut mengatakan terkait keberlangsungan fiskal harus dapat terjaga.
“Tahun 2006 itu saya sudah mengatakan terkait keberlangsungan fiskal kita harus di jaga, pada saat itu dengan data tersebut saya berikan hasil bahwa tingkat hutang pemerintah Indonesia yang dapat menjamin stabilitas dari perkembangan ekonomi adalah 29,1% dari PDB,” ucapnya.
Namun, kata Djamester Simarmata, 29,1% tersebut merupakan gabungan dari utang dalam negeri dan utang luar negeri.
“Tetapi 29,1% ini adalah gabungan dari utang dalam negeri sama utang luar negeri, jadi ada orang yang memberikan pendapat utang dalam negeri itu tidak berbahaya, coba lihat Jepang hancur pada tahun 1990,” tambahnya.
Menurutnya, kejadian yang saat berbahaya seperti pada tahun 1997, dimana utang swasta sudah 85 miliar dollar menurut pengumuman dari Hongkong.
“Sedangkan kita mempunyai cadangan visa bank Indonesia hanya 20 miliar dolar. Belum lagi utang pemerintah,” paparnya.
Dalam hal ini, dikutip dari akun Twitter-nya, Djamester Simarmata tidak mendukung siapapun kecuali kajian ilmiah.
“Dalam debat utang saya tidak dukung siapapun, kecuali kajian ilmiah. Saya anti orang yang koar-koar tanpa kajian riil, cari popularitas politik. Kritik saya tidak hanya praktis, tapi teori. Krugman saya kritik di MIT dan dia tunduk. Teori Solow saya kritik, didukung Thomas Piketty dan beberpa Prof lain,” dikutip dari akun Djamester Simarmata.
Selanjutnya, dirinya merasa tidak senang jika hal tersebut dijadikan sebuah fiksi, karena bagi dirinya hal tersebut adalah sebuah kegiatan ilmiah dan pelaksanaan untuk mereka dari departemen keuangan dan bank Indonesia.
“Banyak orang yang saya lihat ini menggeser-geser kepada tendensi dan kepada satu konflik, itu bukanlah satu hal yang perlu kita angkat pada saat bangsa kita berhadapan dengan Covid-19,” tutupnya.
Laporan: Muhammad Lutfi