KedaiPena.Com – Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Dr Muradi mengaku setuju jika Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) nantinya berfungsi untuk mengevaluasi produk perundangan yang tidak sesuai dengan pancasila.
Meski demikian, kata Prof Muradi, usulan tersebut harus dilihat secara komprehensif dan detail lantaran selama ini mekanismenya sudah sedemikian rupa.
“Secara substansi RUU HIP itu oke saja, hanya dapat dilihat komprehensif dan tidak sepotong-sepotong, sebab kalau dilihat sepotong-sepotong maka akan nampak tidak dapat intinya. Jika RUU HIP diarahkan menjadi tolak ukur untuk UU dan peraturan yang bertentangan dengan pancasila harus dilihat konteksnya,” kata Muradi dalam perbincangan, Selasa, (16/6/2020)
“Sebab tanpa ada RUU HIP pun sebenarnya tolak ukurnya sudah jelas, mana yang bertentangan dan mana yang sejalan,” sambung Muradi.
Diperlukannya hal tersebut, lanjut Muradi, lantaran Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Dalam Negeri telah menerapkan tolak ukur demikian dalam penyusunan atas peraturan dan perundang-undangan baik di tingkat nasional maupun lokal.
“Sehingga jika RUU HIP diarahkan ke sana saya kira harus bisa menjadi ukuran yang komprehensif. Sehingga tolak ukurnya jelas, misalnya penekanan tentang ancaman terhadap ideologi negara harus ditegaskan,” ujar Muradi.
Dengan demikian, Muradi mengaku sependapat, jika nantinya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dapat mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Pancasila.
“BPIP dapat menjadi leader sector untuk itu saya kira tidak apa, Karena bukan hanya BPIP yang melakukan hal itu namun Kemenkumham dan Kemendagri aktif juga,” tandas Muradi.
Sebelumnya, Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie mengusulkan agar rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) harusnya membuat Pancasila lebih membumi.
Caranya, dengan membuat Pancasila bisa mengevaluasi produk perundangan yang tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa.
Dalam usulannya itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sempat meminta agar ada lembaga pelaksana UU HIP, untuk mengevaluasi peraturan perundangan yang tidak sesuai dengan pancasila tersebut.
Lembaga itu, sambung dia, hanya mengusulkan ke Mahkamah Agung (MA) dan MK. Jadi, yang memutuskan pengadilan, kalau ada kebijakan yang bertentangan dengan Pancasila.
PAN Minta Parpol di Senayan tarik diri dari Pembahasan RUU HIP
Fraksi PAN di DPR meminta agar Fraksi di DPR RI tidak melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dan dicabut dari program legislasi nasional (prolegnas).
“Merespon apa yang disampaikan masyarakat maka Fraksi PAN sekarang malah justru ingin mendesak seluruh pihak di DPR untuk kembali pertimbangkan ulang tidak melanjutkan pembahasan RUU HIP, kalau perlu segera mencabut dari Prolegnas 2020,” kata Wakil Ketua Fraksi PAN Saleh Daulay, kemarin.
Dia menjelaskan, Pancasila dengan lima sila sudah final sehingga tidak perlu lagi ada tafsir khusus dalam bentuk UU.
Menurut dia, tafsir Pancasila selama ini tidak ada masalah dan membuat kehidupan masyarakat tenang.
“Jadi membuat semacam RUU baru yang merupakan turunan dari Pancasila itu sendiri agak riskan untuk dilanjutkan,” ujarnya.
Saleh mengatakan RUU HIP sudah disahkan menjadi usul inisiatif DPR sebagaimana mekanisme yang berlaku dalam proses pembahasan RUU.
Namun menurut dia, F-PAN menilai masyarakat banyak mengkritik atas RUU HIP tersebut dan melakukan penolakan.
“Argumen masyarakat banyak sekali dan saya kira sudah banyak juga dimuat oleh media. Karena menyangkut masalah ini tentu Fraksi PAN harus juga mendengar seluruh masyarakat,” katanya.
Menurut dia, pada awalnya posisi FPAN akan mencabut diri apabila TAP MPRS nomor 25 tahun 1966 tidak dimasukan dalam konsideran di RUU HIP.
Laporan: Muhammad Lutfi