KedaiPena.Com – Direktur Indonesia Eksekutif Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan, penunjukkan figur yang pantas memimpin DPR RI harus diputuskan melalui mekanisme resmi. Tidak boleh ada penunjukan sepihak, apalagi dari pemimpin partai yang sedang memiliki permasalahan hukum.
Hal itu diungkapkan Ujang menanggapi penunjukan langsung Aziz Syamsuddin oleh Setya Novanto untuk menggantikan dirinya sebagai Ketua DPR RI.
“Golkar itu partai politik yang matang dan dewasa, bukan toko kelontong,†kata pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta ini di Jakarta, Senin (11/12).
Menurut Ujang, penunjukan sepihak itu hanya akan menambah gejolak internal dan menjadikan partai berlambang beringin itu semakin terpuruk. Padahal, partai tersebut baru saja mendapatkan musibah yang bertubi-tubi.
“Masa Golkar selalu jadi tumbal dari hasrat dan nafsu oknum yang gila kekuasaan. Harusnya seluruh stakeholder bersatu untuk menyelamatkan Golkar yang saat ini elektabilitasnya semakin hancur akibat kasus hukum Novanto,†jelas Ujang.
Ujang menduga, meski sudah berada di balik jeruji besi KPK, Novanto tetap tidak rela kehilangan kekuasaanya di DPR dan Partai Golkar.
“Aziz Syamsudin itu kan orangnya Novanto. Jika Aziz memimpin DPR atau Golkar, sama saja yang memimpin itu adalah Novanto juga. Tak ada bedanya,†kata dia.
Kemudian, Ujang menuturkan, jika dipaksakan Aziz untuk dilantik, hal itu tidak baik bagi DPR RI secara kelembagaan.
Ujang pun mencontohkan misalnya Aziz dilantik, lalu kemudian Golkar pada waktu dekat melaksanakan munaslub dan mendapat ketua umum baru, bisa saja ketua DPR diganti lagi.
“Kalau dipaksakan, masa dalam satu periode DPR 2014-2019 terjadi 5 kali pergantian ketua DPR. Apa itu tidak lucu,†tanya dia.
Ujang pun menyarankan bahwa Golkar sebaiknya melakukan Munaslub lebih dahulu dan mendapatkan ketum definitif, baru kemudian dilakukan musyawarah untuk menunjuk siapa yang akan menduduki kursi nomor 1 di DPR RI.
“Selesaikan dulu melalui munaslub sebagai jalan keluar, itu lebih elok,†tutup Ujang.
Laporan: Muhammad Hafidh