KedaiPena.com – Menyikapi pro dan kontra putusan Mahkamah Konstitusi dan sikap Badan Legislatif DPR, Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menyampaikan harapannya agar semua pihak menghormati kewenangan yang dimiliki lembaga negara karena setiap lembaga memiliki tugas masing-masing.
Putusan MK yang dikeluarkan pada 20 Agustus 2024 tersebut merupakan hasil dari judicial review oleh Partai Gelora terkait UU Nomor 6/2020 tentang Pilkada. Adapun revisi UU Pilkada merespons putusan Mahkamah Konstitusi soal syarat umur dan syarat pengusungan pasangan calon kepala daerah.
“Saling menghormati antara semua lembaga negara. Kalau MK melakukan keputusannya dengan baik, DPR juga bisa membuat kebijakan yang mestinya harus lebih baik,” kata Ujang, Kamis (22/8/2024).
Ia menyampaikan, bahwa sudah kewenangan MK untuk menguji aturan perundang-undangan. Kewenangan itu dinilai sangat luar biasa lantaran semua UU yang diujikan ke MK berbasis kepada aturan yang lebih tinggi, yaitu UUD.
Sementara DPR diberikan tugas sebagai pembuat UU sebagai amanat pasal 20 UUD 1945 dan memiliki kewenangan untuk mengubah pasal demi pasal guna membentuk UU.
“Jadi di situlah sebenarnya kewenangan besar DPR untuk bisa merevisi UU manapun, termasuk UU Pilkada,” ujarnya.
Ia pun meminta MK agar tidak masuk ke ranah pembuat UU, sebab hal itu merupakan ranah DPR dan pemerintah sebagai pembuat UU. MK diharapkan tidak masuk ke wilayah kebijakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka yang sudah dilakukan DPR agar tidak ada benturan maupun kesalahpahaman antara MK dan DPR.
“Sejatinya masing-masing pihak harus saling menghormati satu sama lainnya,” ujarnya lagi.
Ujang menilai Badan Legislasi DPR tidak menyalahi aturan dengan melakukan revisi UU Pilkada, karena sesuai dengan tupoksi Badan Legislatif DPR dan pemerintah.
“Berdasarkan mekanisme konstitusi tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaan revisi UU Pilkada serta masih berada pada koridor demokrasi dan konstitusional,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa