KedaiPena.Com – Beberapa waktu ke depan, THR atau Tunjangan Hari Raya wajib dibayarkan.
Sebagaimana ketentuan di Permenaker No.6 Tahun 2016, pasal 5 ayat 4 menyebut bahwa maksimal dalam 7 hari sebelum hari raya keagamaan tiba, buruh, seyogyanya sudah menerima THR sesuai dengan upahnya.
“THR wajib diberikan oleh pengusaha kepada buruh/pekerja. Ketentuan ini berlaku bagi buruh tetap maupun buruh kontrak. Meski buruh tersebut baru masuk bekerja dengan masa waktu satu bulan bekerja sekalipun. Melalui skema perhitungan “proporsional”, besaran nilai THR buruh bisa ditentukan besarannya,” kata Achmad Ismail dari Gerakan Buruh Pekerja (Geber) BUMN dalam rilisnya, Kamis (7/6/2018).
Pria yang biasa disapa Ais itu, menegaskan, pernyataan tersebut terkait seiring masih ditemukannya keragu-raguan dari para buruh dalam soal penerimaan THR. Pertama, keraguan mendapatkan THR, sering dialami oleh buruh yang baru masuk bekerja tapi belum genap satu tahun bekerja di perusahaan.
Buruh pun, terkadang bersikap pasrah untuk soal THR seperti ini. Akibatnya, kondisi ini dimanfaatkan oleh pihak pengusaha untuk tidak memberikan THR kepada buruhnya.
Keraguan lainnya, juga seringkali menghampiri para buruh yang sedang bersengketa (kasus PHK sepihak) dengan pihak pengusaha.
Buruh, risau akan hak THR yang belum pasti terbayarkan. Padahal, pasal 155 ayat 2 dari UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa selama putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, maka masing-masing pihak, harus tetap memenuhi segala kewajibannya. Dan THR adalah bagian dari kewajiban pengusaha kepada buruh.
Dua hal soal keraguan tadi, yang seharusnya mampu dijawab oleh Kemenaker melalui Posko THR. Alih-alih bekerja mendata, posko THR harusnya punya keberanian dan terobosan upaya dalam membantu buruh mendapatkan hak THR.
Terkait posko THR itu, Ais juga mendorongnya, agar posko thr, bekerja secara pro aktif. Tidak hanya menunggu laporan saja melainkan mendatangi “kantong-kantong†areal industri. Apalagi, posko, juga sudah memiliki, catatan-catatan pelanggaran THR di tahun-tahun sebelumnya.
Kegiatan “menyisir†kawasan industri misalnya, perlu dilakukan. Mengadakan pertemuan bipartit maupun tripartit di tingkat kawasan dengan beragam agenda yang bersifat ‘pendekatan’ kedua pihak. Sehingga mampu mendeteksi secara dini potensi adanya pelanggaran pemberian THR dimaksud.
Laporan: Muhammad Hafidh