Artikel ini ditulis oleh Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan.
Setelah Jokowi jadi timses Ganjar sebagai Capres, beranikah para Menteri bertindak beda dengan Presiden?
Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan telah lakukan tindakan politik dengan menjadikan diri nya sebagai ketua Timses Ganjar. Meski pun itu tidak tertulis dalam sebuah keputusan.
Secara de facto, tindakan Jokowi memperkenalkan Ganjar dan akhirnya ditetapkan secara definitif sebagai Capres PDIP adalah bukti yang tak terbantahkan.
Langkah Jokowi sebagai kepala pemerintahan pasti akan ditaati oleh Para Menteri dan Para Menko-nya. Jika tidak, akan dianggap langkah tidak taat atau tak loyal atasan.
Menko Perekonomian Airlangga Hartanto yang juga Ketua Umum Golkar. Kemudian Mentri Perdagangan, Zulkifli Hasan yang juga Ketua Umum PAN. Lalu Mentrri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Gerindra.
Tak lupa PPP dan PKB, kadernya berada di dalam pemerintahan.
Jokowi telah menjadikan diri nya sebagai Ketua Timses Capres Ganjar. Karena Jokowi adalah juga petugas PDIP.
Apakah ada pilihan lain dari Menko dan para Menterinya untuk ambil garis politik dari Jokowi sebagai atasan para Menteri?
Para Menteri sebagai anak buah atau bawahan Presiden sudah pasti harus nunut, patuh dan taat. Jika tidak akan dianggap melawan dan tidak loyal.
Sehingga dengan demikian, para Menteri-nya sudah pasti akan menaati dan menuruti langkah dan tindakan Presiden-nya.
Di sinilah bahayanya: Presiden sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan sekaligus Petugas Partai.
Dengan demikian. Sesungguhnya yang terjadi adalah Negara di bawah Partai Politik. PDIP sebagai Partai Politik posisinya lebih tinggi dari Negara, Rakyat dan Pemerintahan.
Presiden sebagai kepala Negara, kepala Pemerintahan dan Petugas Partai telah menjadikan kekuasaannya: otoriter karena para pembantunya tidak bisa melawan.
Dengan terpilihnya Ganjar yang disodorkan oleh Jokowi kepada Megawati sebagai Ketua Umum Partai. Dan tidak ada opsi lain dari Megawati: Maka sesungguhnya Megawati harus tunduk dan taat kepada Jokowi sebagai Petugas Partai-nya.
Maka kekuasaan Jokowi: menjadi mutlak. Karena Ketum PDIP harus tunduk pada Jokowi. Demikian juga para Menteri-nya di Kabinet yang ketua umum partai sekali pun.
Setelah Megawati sebagai Ketum PDIP tunduk pada kemauan dan kepentingan Jokowi, apakah ketua umum lain yang berada di kabinet: Airlangga, Prabowo, Zulhas dan Muhaimin ambil pilihan lain?
Atas dasar itu, sehingga kendali Jokowi atas Istana mengambil sikap memusuhi Partai-Partai yang deklarasikan Capres lain dikehendaki Istana?
Dan pantas kalau publik anggap Istana dengan berbagai upaya agar Anies sebagai Capres Non Istana akan dibuat gagal ditetapkan KPU dengan menggunakan Instrumen KPK dan MA dalam kasus gugatan Moeldoko?
Sistem dan cara Jokowi ini tidak kah menjadikan negara ini sebagai negara totaliter dan otoriter ala Partai Komunis?
[***]