Artikel ini ditulis oleh Agusto Sulistio, The Activist Cyber.
Setelah PDIP tetapkan GP sebagai capres, maka kekuatannya nanti akan ada di Cawapresnya.
Yang paling diharapkan PDIP adalah bergabungnya Prabowo. Tapi apakah PS mau jadi cawapres? Itu pertanyaan besarnya.
Jika kombinasi GP – PS terjadi, maka ini akan menjadi kekuatan besar. Partai besar diluar PKS, Demokrat, Nasdem, seperti Golkar, PAN, PKB, dan Partai Kecil PPP, PSI, dll kemungkinan besar akan masuk koalisi ke PDIP – Gerindra.
Golkar dengan sejarah politiknya yang tak pernah memilih jalan oposisi tentu akan gabung ke PDIP – Gerindra.
Dari semua itu dan jika koalisi PDIP – Gerindra terjadi, maka kemungkinan terbentuknya 3 poros capres akan tertutup. Kecuali Gerindra, Golkar, PAN, PKB tidak mendukung PDIP yang telah menjadikan GP sebagai Capresnya.
Koalisi PDIP Gerindra akan terbentuk, kembali kepada pendekatan dan skenario bagi-bagi kekuasaannya jika GP – Prabowo memenangkan Pilpres 2024. Dan ini akan menyebabkan kepentingan rakyat akan terkikis oleh deal politik elit dengan bagi-bagi kekuasaan, seperti yang dilakukan di pilpres sebelumnya.
Komposisi tersebut tidak menarik dan menguntungkan rakyat, sebab politik rezim Jokowi akan berlanjut lewat Ganjar Pranowo kelak jika terpilih presiden.
Untuk menghambat kepentingan politik Jokowi dan kroninya yakni dengan menolak Ganjar Pranowo dan rakyat tidak memilihnya pada Pilpres 2024.
Kemudian Prabowo tidak mau menjadi cawpresnya GP. Namun ironisnya sikap politik Prabowo yang telah mau berkoalisi dengan Jokowi setelah pilpres 2019 perlu dijadikan sorotan, artinya apakah Prabowo mau kembali berkoalisi dengan Jokowi melalui PDIP dan GP atau tidak? hal ini dikembalikan pada kader parpolnya sejauh mana melihat hal ini.
Jika hal tersebut tak bisa terwujud, dan kemudian Prabowo mau menjadi cawapres GP, maka rakyat tak memiliki alternatif pilihan yang dicita-citakan pemimpin yang akan pro rakyat.
Lalu bagaimana dengan Anies Baswedan? ini pun akan sulit dapat mewukudkan cita-cita rakyat, walau AB agak lebih memungkinkan sikap politiknya ketimbang Ganjar Pranowo, namun pengaruh Partai Nasdem yang merupakan pengusung AB akan membayang bayangi sikap politik AB kelak menjadi presiden. Secara politik Nasdem belum bisa dipercaya akan pro kepada rakyat secara maksimal, apalagi publik mengetahui bagaimana histori Nasdem pasca gerakan islam 212 yang jelas pro kepada rezim Jokowi, tentu ini akan sulit nasdem menangkan pilpres 2024.
Karena skema pilpres 2024 demikian, siapapun presidennya yang terpilih kecil kemungkinan akan pro rakyat, maka alternatif yang dapat diharapkan adalah gerakan massa mewujudkan Presidential Threshold 20 persen menjadi PT 0 persen.
Hanya lewat PT 0 persen rakyat Indonesia akan memiliki alternatif Presiden yang akan dimunculkan oleh semua partai peserta pemilu. Dan lewat jalan PT 0 persen cita-cita rakyat yang akan memungkinkan terwujud kelak menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan konstitusi, bukan cita-citanya oligarki.
[***]