KedaiPena.Com – Dalam dokumen Nationally Determined Contributions (NDC), tertera komitmen Indonesia untuk menurunkan laju emisi rumah kaca mencapai 29 persen. Hal ini dilakukan dengan upaya sendiri.
Sementara itu, 41 persen sisanya dilakukan dukungan teknologi dan finansial dari negara maju khusunya yang tergabung Annex I.
Demikian hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong dalam kegiatan Media Briefing Indonesia Forest and Land Use (FoLU) Net Sink By 2030, Rabu (21/7/2021).
Menurutnya, ‘starting‘ implementasi NDC tersebut dimulai sejak awal tahun 2020, sampai 2030. Di dalam dokumen NDC Indonesia, terdapat 5 sektor yang dimasukan dalam pengurangan efek rumah kaca.
Di antaranya sektor energi, sektor limbah dan sampah, sektor produksi industri dan penggunaan produk, sektor pertanian dan sektor kehutanan serta sektor tata kegunaan lahan.
“Dua sektor terbesar yang memberikan kontribusi dalam pengurangan emisi kita adalah sektor kehutanan dan tata kegunaan lahan yakni sekitar 17 persen. Lalu sektor energi 11,03 persen. Jadi dua sektor ini tulang punggung pencapaian target pengurangan emisi kita sampai 2030,” tambahnya.
Setelah menetapkan dokumen NDC, kata Alue, pihaknya telah menyiapkan peta jalan atau ‘roadmap‘ untuk mencapai target di lima sektor tersebut.
“Di sektor kehutanan dan tata kegunaan hutan, kita sudah secara spesifik mengidentifikasi kegiatan yang disebut aktivitas yang berkontribusi terhadap target emisi kehutanan,” katanya.
Dirinya menyebutkan, hal yang paling utama yaitu mengurangi emisi dari kegiatan deforestasi dan degradasi. Hal ini disebut ‘Red Place‘ dan sudah dilakukan sejak lama.
“Pada saat tahun 2014 ada inisiasi di lapangan, dan sekarang sudah dilakukan. Dan sebagaimana kita ketahui tahun 2016-2017, kita berhasil menurunkan emisi dari kegiatan deforestasi dan degradasi,” imbuhnya
Selain itu, yang paling besar kontribusi dalam mengurangi emisi dengan pengelolaan lahan gambut, dan pengelolaan tata air gambut.
“Ini yang penting dalam rangka mencegah emisi yang terjadi pada sektor gambut, baik di kawasan yang berizin maupun di luar kawasan perizinan, termasuk dikawasan konservasi,” ujarnya.
Alue menjelaskan, ada beberapa koreksi yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam rangka pengelolaan hutan dan tata kegunaan hutan untuk mengendalikan emisi dan menurunkan emisi sesuai dengan apa yang ditargetkan.
“Kita sudah melakukan pengurangan dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan lewat misalnya moratorium sawit, kemudian kita lakukan lewat pencegahan kebakaran hutan dan lahan secara permanen. Dan juga bagaimana melakukan aktualisasi prinsip daya tampung lingkungan dalam penggunaan kawasan hutan dan membangun kehutanan nasional dan seterusnya,” jelasnya.
Tidak hanya itu, dirinya menyampaikan, pihaknya telah melakukan beberapa hal lain. Seperti pencegahan kehilangan keanekaragaman hayati, konservasi dan perlindungan, serta mendorong sinkronisasi dengan konvensional internasional.
“Kita juga sudah memulai inisiatif bagaimana membangun ketahanan iklim, melalui pemulihan gambut, mangrove, membangun desa iklim termasuk juga di kawasan konservasi dan hutan lindung kita,” katanya.
Dirinya menuturkan dengan memperhatikan hal-hal tersebut, pihaknya sangat berkeyakinan dapat mencapai target ‘Net Sink‘.
“Dengan memperhatikan tadi, pemerintah Indonesia terutama KLHK sangat berkeyakinan dan optimis kita mencapai ‘Net Sink‘ dari sektor kehutanan dan tata guna hutan pada tahun 2030,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi