Artikel ini ditulis oleh Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi.
Terlalu sederhana, naif bahkan mengada-ada dan cenderung manipulatif serta tendensius menuding Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi sumber utama penyebab polusi, udara kotor dan tidak sehat di beberapa kota Indonesia. Jika tudingan ini terus diamplifikasi secara keras dan luas serta terus menerus direproduksi oleh lembaga atau perusahaan swasta yang tidak jelas kredibilitasnya, maka yang patut untuk disalahkan adalah negara-negara industriawan.
Sebaiknya, data jumlah kendaraan bermotor yang dimiliki oleh penduduk Indonesia, khususnya kota besar Jakarta perlu menjadi bahan oleh publik. Kenapa demikian? Tidak lain karena proses pembakaran mesin bermotor inilah yang menghasilkan emisi atau sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin kendaraan. Emisi gas buang inilah yang juga mempengaruhi tingkat kebersihan udara di berbagai kota besar dunia.
Apabila BBM yang dituding sebagai sumber penyebab polusi, tentulah perlu dibuktikan secara obyektif kondisi kesehatan para pekerja Stasiun Pengisian BBM Umum (SPBU) yang tiap hari melayani konsumen. Kalau lingkungan pekerjaannya berpolutan, maka akan diketahui berapa jumlah pekerja setiap waktu yang terkena resiko dan dampak saat melakukan pengisian BBM. Bahkan, mungkin juga para pengendara kendaraan bermotor yang menjadi konsumen takkan terhindar dari pengaruhnya meskipun tidak dominan.
Atas dasar itulah, maka berdasarkan data Korp Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) jumlah kendaraan bermotor di Indonesia yang terdaftar resmi (registrasi) per 26 Maret 2023 berjumlah 154.236.431 unit atau lebih dari separuh jumlah penduduk Indonesia. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 1,09 persen dibanding data bulan Januari 2023 yang hanya sejumlah 152.565.905 unit.
Dari data kendaraan bermotor yang terdaftar itu, sepeda motor adalah yang terbesar penggunanya atau menempati peringkat pertama, berjumlah 128.678.586 unit. Sedangkan, mobil penumpang sebagai transportasi publik hanya sejumlah 19.233.314 unit. Secara geografis, maka penduduk di Pulau Jawa menjadi pemilik kendaraan bermotor terbesar, yaitu sejumlah 92.036.868 unit, atau 59,67 persen dari total kendaraan bermotor di Indonesia. Padahal, dari sumber Korlantas Polri pada bulan September Tahun 2021, jumlah total kendaraan bermotor hanya mencapai 143.340.128 unit. Artinya, selama dua tahun terdapat kenaikan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor sejumlah 10.896.303 unit atau sebesar lebih dari 6 persen.
Secara ilmiah, dari berbagai publikasi penelitian menyatakan bahwa sumber polusi yang utama berasal dari sektor transportasi. Sumbangannya dalam mempengaruhi udara bersih dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida hampir 60% dan sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon. Artinya, polutan utamanya adalah karbon monoksida yang mencapai lebih dari setengahnya atas seluruh polutan yang ada. Kenaikan jumlah kendaraan bermotor itu secara langsung jelas mempengaruhi kualitas udara bersih dan sehat.
Oleh karena itulah, publik harus mendesak pertanggungjawaban para pengusaha otomotif khususnya yang tergabung dalam Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) terkait publikasi IQAir yang menempatkan Jakarta beserta kota-kota besar Indonesia lainnya berudara kotor dan tidak sehat. Disamping itu juga mendesak pemerintah melalui otoritas yang berwenang agar menerapkan kebijakan yang konsisten bagi pelaksanaan uji emisi kendaraan bermotor, termasuk sangsi yang tegas atas pelanggarannya.
Pasalnya, pengendalian terhadap polusi yang disebabkan oleh kendaraan bermotor ini sebenarnya telah diatur dalam berbagai peraturan dan per-Undang-Undangan-an yang berlaku disektor transportasi dan lingkungan hidup. Pembiaraan sesat pikir dan pelanggaran kebijakan ini patut diduga adanya kongkalikong antara pembuat kebijakan dengan pengusaha. Menudingkan telunjuk kesalahan sumber polusi udara kepada BBM dan PLTU yang dikelola oleh BUMN Pertamina dan PLN jelas kerusakan moral (moral hazard).
[***]