KedaiPena.com – Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyampaikan, bahwa pihaknya mengecam keras dan menolak sikap Badan Legislatif DPR RI yang setuju membawa Perppu Cipta Kerja untuk disahkan menjadi Undang-Undang di dalam Sidang Paripurna. Menurutnya, sikap DPR bertentangan dengan keinginan masyarakat luas, termasuk di dalamnya kelas pekerja.
“Beberapa waktu lalu Litbang Kompas menyebut bahwa mayoritas publik atau 61,3 persen responden menilai penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tidak mendesak. Dengan demikian, DPR yang mengesahkan Perppu menjadi undang-undang mewakili siapa?” kata Said Iqbal, Kamis (16/2/2023).
Said Iqbal menyebut, ada 9 point yang disorot oleh kaum buruh terhadap isi Perppu Cipta Kerja. Pertama adalah terkait dengan upah minimum.
“Perppu kembali kepada upah murah dan tidak lazim. Di situ dikatakan upah minimum kabupaten/kota dapat ditetapkan oleh Gubernur. Kata ‘dapat’ mengandung arti bisa ditetapkan, bisa juga tidak. Sehingga di sini tidak ada kepastian terhadap UMK,” ujarnya.
Selain itu, upah minimum kenaikkannya berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Menurut Said Iqbal, indeks tertentu di dalam pasal upah minimum tidak dikenal dalam Konvensi ILO. Yang dikenal adalah, upah minimum kenaikannya didasarkan pada living cost dan yang kedua berdasarkan makro ekonomi, dalam hal ini inflansi, dan pertumbuhan ekonomi. Tidak ada indeks tertentu.
“Hal lain yang ditentang dari upah minimum adalah hilangnya Upah Minimum Sektoral (UMS) dan adanya pasal yang menganulir pasal sebelumnya, yaitu formula kenaikan upah minimum bisa berubah sesuai keadaan ekonomi,” tegas Said Iqbal.
Hal kedua yang disorot buruh adalah mengenai outsourcing. Di mana Perppu Cipta Kerja menyebutkan, jenis pekerjaan yang diperbolehkan outsourcing akan ditentukan dalam Peraturan Pemerintah. Dengan demikian, Negara telah melegalkan perbudakan modern. Ini sekaligus menempatkan negara seperti agen outsourcing.
“Yang boleh menentukan, jenis pekerjaan mana yang bisa di outsourcing dan mana yang tidak boleh adalah pemerintah. Itu artinya, Negara menempatkan dirinya sebagai agen outsourcing. Seharusnya pembatasan outsourcing dilakukan melalui undang-undang,” ujarnya.
Point ketiga adalah terkait dengan pesangon. Di dalam UU Cipta Kerja, nilai pesangon sangat rendah. Jika di dalam UU 13 Tahun 2003 menggunakan istilah pesangon sekurang-kurangnya 1 kali ketentuan, di dalam Perppu yang sekarang akan menjadi undang-undang pesangon dikunci hanya 1 kali. Bahkan di dalam aturan turunannya untuk beberapa jenis PHK pesangonnya berkurang lagi, hanya mendapat pesangon 0,50 kali ketentuan.
“Hal keempat yang dipermasalahkan buruh adalah PHK yang mudah. Partai Buruh menolak kebijakan tersebut. Negara ini milik semua, termasuk buruh. Karena itu buruh harus dilindungi agar mendapatkan kepastian kerja, kepastian pendapatan, dan kepastian jaminan sosial,” ujarnya lagi.
Kebijakan mudah rekrut dan pudah pecat, lanjutnya, adalah untuk kepentingan kapitalis liberal.
“Dalam Perppu yang sekarang akan menjadi UU Cipta Kerja, outsourcing dibebaskan, upah murah, PHK mudah, pesangon rendah; lalu kemana peran negara?” tutur Said.
Kelima, Partai Buruh mempersoalkan karyawan kontrak. Di mana dalam Cipta Kerja tidak ada periode kontrak. Meskipun ada pembatasan waktu lima tahun, tetapi periodenya tidak ada batasan. Sehingga buruh bisa dikontrak berulangkali tanpa pengangkatan menjadi karyawan tetap.
Keenam, hal yang disoroti adalah pengaturan cuti, yang berpotensi menghilangkan cuti panjang. Disamping itu, cuti haid dan melahirkan memang benar diberikan, tetapi tidak ada kepastian upahnya dibayar. Terlebih lagi dengan system kerja outsourcing dan kontrak yang semakin fleksibel, menyebabkan buruh ketakutan tidak diperpanjang kontraknya ketika mengambil cuti haid dan melahirkan.
Ketujuh, pengaturan jam kerja. Salah satunya hanya mengatur mengenai libur dalam sepekan hanya 1 hari untuk 6 hari kerja. Tapi libur 2 hari dalam sepekan untuk 5 hari kerja dihapu.
Permasalahan kedelapan dan kesembilan, lanjutnya, adalah persoalan terkait dengan Tenaga Kerja Asing dan dihapusnya beberapa sanksi pidana.
“Terhadap disahkannya Perppu menjadi undang-undang, kami akan mengorganisasi langkah-langkah perjuangan untuk melawan kebijakan tersebut,” ujar Said Iqbal. Salah satunya adalah dengan melakukan aksi besar-besaran serempak di berbagai wilayah melibatkan berbagai serikat buruh, serikat petani, dan elemen organisasi yang lain. Tidak cukup dengan aksi. Bahkan, kaum buruh mempertimbangkan akan melakukan mogok nasional. Aksi awalan akan kami lakukan di akhir bulan Februari,” ujar Said Iqbal tanpa merinci kapan persisnya aksi besar-besaran tersebut akan dilakukan, karena akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan berbagai serikat yang ada.
Selanjutnya, begitu nomor undang-undangnya keluar, pihaknya akan langsung melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Baik uji formil maupun uji materiil. Said Iqbal mengaku sengaja tidak menguji Perppu, karena pihaknya sudah yakin DPR bakal mengesahkannya menjadi undang-undang.
“Kami sudah menduga dari awal, DPR akan setuju menjadikan Perppu sebagai Undang-Undang. Dari awal kami sudah menyatakan mosi tidak percaya kepada DPR. Mosi tidak percaya pada DPR hari ini terbukti, manakala DPR mengesahkan Perppu No 2 tahun 2022 menjadi undang-undang,” tegas Said Iqbal.
Langkah lain yang akan dilakukan adalah kampanye internasional, dimana dinyatakan Said akan menghadiri Rapat ILL pada 12 hingga 19 Maret.
“Saya akan kampanyekan secara internasional. Meminta dukungan internasional, bahwa UU Cipta Kerja membahayakan dunia perburuhan. Jika ini tidak dicegah, nantinya setiap negara, setidak-tidaknya di Asia Pacific, Afrika, dan Amerika Latin akan mencontoh kebijakan ini,” ujarnya.
Pihaknya juga akan melapor ke International Trade Union Confederation (ITUC) yang bermarkas di Brussel agar ITUC melakukan kampanye melawan pemerintah Indonesia yang sudah mengesahkan UU Cipta Kerja.
“Termasuk melakukan kampanye nasional melalui seminar, pendapat pakar, gatering media, sosial media; kami akan melakukan kampanye perlawanan. Sampai menang dan dinyatakan oleh MK inkonstitusional tanpa syarat,” lanjutnya,
Terakhir, buruh akan mengkampanyekan agar partai politik yang ikut mengesahkan omnibus law dihukum. Dengan cara jangan dipilih dalam pemilu nanti.
“Tentang ada dua partai politik yang tidak setuju, kami minta tindakan nyata. Langkah politik yang tegas. Kalau sekedar mencari popularitas dan lip service, seolah-olah menolak, ya percuma. Bisa ikut turun ke jalan bersama organisasi buruh. Jangan seperti yang lalu. Katanya menolak, giliran diminta menjadi saksi fakta tidak bersedia,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa