KedaiPena.Com – Batik Harni merupakan salah satu mitra Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) BUMN retail terbesar di Indonesia yakni PT Sarinah Persero.
KedaiPena.Com pun mempunyai kesempatan untuk berbincang dengan ‘owner’ Batik Harni saat ini, Yunike Harniryani atau yang biasa disapa Rina Harni.
Rina menceritakan kisah awal berdirinya Batik Harni di jagat perindustrian batik Indonesia. Ceritanya dimulai saat Ibunya yakni Hani Zainoel diboyong oleh Ayahnya, Zainoel Azhar untuk tinggal Jakarta pada tahun 1985.
“Batik adalah akar budaya yang sangat melekat pada pribadi Ibu saya. Karena, memang beliau lahir dan dibesarkan di Kota Pekalongan yang terkenal sebagai Kota Batik,” jelas dia kepada KedaiPena.Com, belum lama ini.
Memulai bisnis dari industri rumahan, kata Rina, Batik Harni mengalami perkembangan pesat hingga memiliki ‘counter retail’ pertama di daerah Pasaraya Grande, Blok M.
Konsep ‘retail’ itu sendiri, lanjut Rina, dengan menjual koleksi batik dalam berbagai bentuk seperti bahan lembaran, kain panjang, sarung, koleksi busana wanita, busana pria, dan anak, serta berbagai pernak-pernik yang dibuat menggunakan bahan dasar batik.
“Dan kita berusaha untuk menjadi salah satu pelaku usaha batik yang turut terlibat aktif melestarikan warisan budaya batik bagi generasi penerus di Indonesia,” jelas dia.
Namun, lanjut Rina, Batik Harni pun sempat pula memiliki kendala pada saat merintis bisnisnya. Hal itu dikarenakan sistem permodalan, pelatihan serta pemasaran batik saat itu masih sulit.
“Sebagai UMKM, dukungan dari pemerintah berupa modal dengan bunga yang lunak, pelatihan manajemen dan pemasaran belum efektif saat itu,” ungkap dia.
Tak hanya itu, ungkap Rina, pada tahun 1998, ketika tragedi kerusuhan massal setelah tumbangnya Orde Baru, Batik Harni juga sempat mengalami pasang surut dalam menjalani bisnisnya.
Selain itu, aku Rina, ‘room’ Batik Harni yang terletak di daerah Kedoya kala itu turut menjadi korban penjarahan. Seluruh barang dagangan, order ekspor, peralatan, perlengkapan kantor, termasuk mesin jahit habis terjarah.
“Akan tetapi kami tetap bersyukur karena ruko kami tersebut tidak dibakar dan dapat kembali membangun kekuatan kami,” papar Rina.
Tidak berhenti di situ, tutur Rina, Batik Harni pun pada tahun 2008 juga sempat mengalami penurunan bisnis, hal itu dikarenakan ekonomi negara tujuan ekspor Batik Harni seperti Yunani dan Spanyol sedang berada dalam puncak kekacauan.
“Para pelanggan kami di luar negeri saat itu menghentikan pesanan rutin mereka dan tidak lagi mengimpor produk batik kami,” beber dia.
Kendati demikian, tegas Rina, situasi tersebut tidaklah cukup lama dialami oleh Batik Harni. Berbekal ciri khas yang berbeda dari produk usaha batik lain nya, Batik Harni perlahan-lahan kembali naik.
“Produk Batik Harni diproduksi sendiri, sehingga corak dan motif produksi hanya dimiliki oleh Batik Harni saja, dan tidak dapat disamai oleh butik batik lainnya,” jelas Rina.
Dengan hal tersebut, beber Rina, kini Batik Harni sudah memiliki dua ‘showroom’ batik tetap di BSD, Tangerang Selatan dan Kedoya Jakarta Barat. Tak hanya itu, Batik Harni pun memiliki gerai di beberapa departemen store seperti Sarinah.
“Kami akan terus berencana mengembangkan pemasaran dengan menambah varian produk batik serta memperluas bisnis baru untuk busana muslim,” tutup Rina.
Laporan: Muhammad Hafidh