KedaiPena.Com – Utang pemerintah pusat per September 2017 meningkat tajam jika dibandingkan dengan Agustus 2017. Hingga September, utang pemerintah mencapai Rp3.866,45 triliun, atau naik Rp 40,66 triliun dibanding Agustus yang sebesar Rp 3.825,79 triliun.
Politikus Partai Gerindra, Heri Gunawan mengungkapkan, dengan semakin besarnya jumlah utang akan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Konsekuensi nyata dari utang itu dapat dilihat pada depresiasi nilai tukar riil akibat masuknya pinjaman Pemerintah yang berasal dari luar negeri,” ujar dia kepada KedaiPena.Com, Minggu (22/10).
Hal ini, lanjut Heri, kemudian akan menyebabkan daya saing produk domestik melemah dan menekan ekspor bersih Indonesia, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan. Serta, membuat nilai ekspor Indonesia relatif stagnan.
“Membesarnya utang pemerintah tak bisa dilepaskan dari postur APBN yang terus mengalami defisit. Pada tahun 2014, defisit APBN sebesar 2,25 persen, tahun 2015 sebesar 2,59 persen, tahun 2016 sebesar 2,49 persen, tahun 2017 direncanakan sebesar 2,93 persen, dan dalam RAPBN 2018 dipatok sebesar Rp326 triliun,” jelas Heri.
Dengan defisit yang terus membesar, kata Heri, juga berakibat pada jumlah utang yang terus membesar sehingga akan menyulitkan terwujudnya keseimbangan primer yang positif.
Dan jika terus dibiarkan begitu, tegas Heri, maka postur APBN kita tetap tidak sehat dan kredibel. Dan itu berarti pemerintah akan terus bergantung pada utang.
“Kita tidak boleh terlena dengan rasio utang yang disebut-sebut masih aman dibandingkan dengan negara-negara lain. Kalau dilihat dari trendnya, rasio utang cenderung mengalami kenaikan,” beber Anggota Komisi Keuangan DPR RI ini.
“Sebab, tahun 2014 sebesar 24,7 persen, tahun 2015 naik tajam ke 27,4 persen, lalu tahun 2016 menjadi 27,9 persen, tahun 2017 ada di angka 28,2 persen. Tahun 2018 diproyeksi bisa menyentuh angka 29 persen terhadap PDB,” tandas Heri.
Laporan: Muhammad Hafidh