KedaiPena.Com – Di sela Majelis Ilmu Ust. Firanda Andirja Hafidzahullah, beliau bercerita tentang kisah yang bisa menginspirasi, tentang pentingnya iman dalam jiwa seorang pemimpin. Dan Indonesia merindukan pemimpin-pemimpin yang seperti itu.
Seperti ‘Umar bin Khattab, yang di siang hari terlihat sedang mengejar seekor unta yang lari. Dan kaum muslimin bertanya kepadanya, “wahai Amirul Mu’minin, kenapa dikejar?”.
Umar mengatakan, “itu unta sadaqoh, itu unta zakat yang lepas.” Kaum muslimin berkata, “yaa ‘Umar, ya Amirul mu’minin, biar kami yang mengejarnya.”
Umar berkata, “bisakah kalian menanggung dosa dan bebanku di Padang Masyar? Kaliankah yang akan menanggung tanggung jawabku sebagai pemimpin Khalifah di hadapan Allah?”
Lihat iman, di mana seekor unta, ‘Umar merasa dia akan dimintai Allah pertanggung jawaban di Padang Masyar.
Dan ia tidak ingin orang lain yang mengejar unta itu. Padahal dia bisa saja, perintahkan orang untuk mengejarnya. Dia merasa itu tanggung jawab dia di hadapan Allah, dan dia mengerjakan itu seorang diri.
Iman, ma’asyiral muslimin, seperti imannya seorang gadis, anak pemerah susu. Di mana Amirul Mu’minin, Umar bin Khattab Radhiyallahu Ta’ala Anhu meniru khalifah sebelumnya, Abu Bakkar Radiyallahu anhu, meniru khalifah sebelumnya, nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kebiasaan mereka bergerilya di malam hari, dimana rakyatnya sedang tidur.
Ini pemimpin umat Islam, dan begini seorang pemimpin dalam agama Islam.
Ketika umat sedang tidur dan lelap dalam mimpi-mimpinya, Amirul Mu’minin bergerilya berjalan dimalam hari. Apa yang mereka lakukan? Mendengar rintihan-rintihan masyarakat.
Siapa tahu, masih ada yang belum terayomi. Siapa tahu, masih ada orang yang tidak mengangkat kedzaliman orang lain kepadanya, karena rasa sungkan. Siapa tahu, pembicaraan-pembicaraan di balik dinding rumah, bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk kepemimpinan.
Di saat umat tertidur lelap, Khalifah berjalan di malam hari. Rasa letih, membawa ‘Umar bersandar disebuah rumah, di dinding sebuah rumah, dan terdengarlah pembicaraan dari balik dinding itu.
Sang ibu berkata, “wahai anakku, perahan susu di malam ini begitu sedikit, tidak akan menyanggupi, tidak akan memenuhi kebutuhan kita diesok hari. Andai, kita tambah sedikit dengan air, supaya cukup untuk biaya kita besok hari.”
Sang gadis yang beriman berkata pada ibunya, “wahai ibuku, jangan. Karena sesungguhnya Khalifah Amirul Mu’minin, ‘Umar bin Khattab, melarang kita untuk melakukan itu, khianat dalam kualitas susu.”
Kata sang ibu, “Amirul Mu’minin tidak melihat kita.” Sang anak dengan mantab menjawab, “kalau Amirul Mu’minin tidak melihat kita ibu, tapi Rabb-nya ‘Umar melihat kita.” Ini iman, iman kepada Allah.
Sontak ‘Umar Radhiyallahu anhu mendengar iman yang luar biasa itu, keesokan harinya, diperintahkan anaknya untuk melamar anak gadis tersebut.
Dan dari pernikahan anak ‘Umar bin Khattab dengan gadis itu lahirlah Fathimah, dan Fathimah menikah dengan ‘Abdul Aziz, lahirlah seorang Khalifah yang terkenal, ‘Umar bin Abdul Aziz.
Buah daripada iman, yang luar biasa dari seorang ibu yang beriman, nenek yang beriman, kakek yang beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Laporan: Anggita Ramadoni