BEBERAPA bulan telah berlalu sejak Dewi Citrawati menikah. Putri cantik nan elok dari negeri Darsana itu telah resmi menjadi istri dari seorang satria penolongnya, yang telah menyelamatkan nyawa Citrawati dari hadangan segerombolan begal pengacau keamanan.
Pasca peristiwa pembegalan yang gagal itu rupanya benih-benih cinta bersemi di hati Citrawati pada sang satria penolongnya. Hingga, singkatnya, dilangsungkanlah pernikahan antara Citrawati dengan satria itu.
Namun, pasca pernikahan itu, betapa galaunya hati Citrawati lantaran suaminya yang tubuhnya berotot kekar tapi berkulit dan berwajah lembut itu tak jua menunjukkan gelagat dan inisiatif untuk mencumbunya sejak malam pertama pengantin. Padahal sebagai perempuan dewasa yang normal, tentu Citrawati amat mendamba untuk dibelai sang suami tercinta, dan bisa saling berkasihmesra seperti pasangan suami-istri lainnya.
Hingga pada suatu waktu, Citrawati memergoki suaminya yang sedang mandi. Betapa saat itu Citrawati terkejut lalu menjerit histeris. Ia menangis sejadi-jadinya sambil berlari menuju singgasana ayahnya, Prabu Hiranyawarma.
Keterkejutan dan tangis histeris Citrawati itu rupanya dipicu oleh kenyataan yang dilihatnya, bahwa suaminya ternyata memiliki organ genital yang sama dengan miliknya, alias berkelamin perempuan.
Sang suami, yang tak lain dan tak bukan adalah Srikandi, anak Prabu Drupada dari Pancala, juga adik Drestajumena dan Drupadi, ternyata sesosok perempuan. Sementara begitu dipergoki oleh Citrawati, Srikandi langsung ambil langkah seribu, buron dari istana negeri Darsana
Atas kejadian itu, tentu saja ayah Citrawati, Raja Darsana Prabu Hiranyawarma merasa terhina. Langsung saja dikirimnya nota protes keras disertai tantangan berperang kepada ayah Srikandi, Prabu Drupada.
Sementara dalam pelariannya, Srikandi ternyata diberi petunjuk oleh Dewata agar menemui seorang raksasa pria bernama Stuna. Tujuannya tak lain untuk bertukar kelamin dengannya.
Saat keduanya bertemu dan Srikandi menyampaikan maksud kedatangannya, Stuna merasa iba dan bersedia menolong Srikandi. Ia pun setuju untuk bertukar kelamin dengan Srikandi.
Namun Stuna mengajukan sarat, bahwa pertukaran itu untuk sementara saja. Jika dirasa tak membutuhkannya lagi, Srikandi harus mengembalikannya. Kemudian keduanya pun melakukan meditasi, memusatkan pikiran dan kekuatan. Keajaiban pun berlangsung.
Sungguh, kelamin Srikandi bermetamorfosis menjadi kelamin laki-laki. Kulit dan dan wajahnya pun berubah menjadi jauh lebih macho dibanding sebelumnya. Dan sebaliknya, kelamin Stuna berubah menjadi perempuan dan di dadanya tumbuh payudara.
Di ambang meletusnya perang dahsyat antara Kerajaan Pancala dengan Kerajaan Darsana, Srikandi langsung memacu kudanya melesat laksana kilat menuju istana Kerajaan Darsana.
Setibanya di istana, ia langsung menghadap sang mertua. Huru-hara nyaris terjadi di istana atas kedatangannya. Namun segera diyakinkan oleh Srikandi pada mertuanya, bahwa dirinya bukanlah perempuan, tapi benar-benar laki-laki tulen.
Mendengar itu tentu saja mertuanya ragu dan ingin memperoleh pembuktian. Lalu ia meminta puterinya, Citrawati, untuk mencek pengakuan Srikandi itu.
Usai dilakukan cek dan ricek di dalam kamar, ternyata Citrawati memperoleh keyakinan atas apa yang dilihatnya, bahwa Srikandi benar-benar berpenis sebagaimana halnya pria. Tidak seperti ketika dipergoki di kamar mandi sebelumnya.
Betapa bahagianya hati Citrawati mengetahui fakta dihadapannya. Dan saat itu juga di peraduan, Citrawati dan Srikandi melewati malam pertama yang tertunda dengan segenap hasrat dan gelora cinta yang berkobar-kobar cetar membahana.
Sedangkan, perang antara Kerajaan Pancala dengan Kerajaan Darsana yang sudah ada di depan mata itu pun batal terlaksana.
Oleh: Nanang Djamaludin, penggiat literasi dan Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nusantara (JARANAN)