Seorang lelaki asal Kota Ur, sebuah kota kuno pada daerah Kaldea, di lembah purba yang dilalui Sungai Efrat-Tigris (Mesopatamia, Irak kini) itu meninggalkan kampung halamannya dengan membawa misi besar yang belum tertunaikan.
Rupanya ia baru saja diusir oleh orang-orang dari kampungnya karena rangkaian tindakannya yang dianggap sebagai ancaman paling serius atas sistim kemasyarakatan yang telah berurat- berakar pada kaumnya.
Dengan langkah-langkah tegar khas para pengembara klasik, lelaki itu menempuh perjalanan panjang, menuju ke arah utara, ke kota Harran (wilayah Turki kini), tentunya dengan asa agar misi besar yang dipikulnya dan keadaan yang akan dihadapimya menjadi jauh lebih baik dan kondusif dari sebelumnya.
Di Kota Harran itu, setelah beberapa lama, akhirnya ia pun ternyata dimusuhi orang sekampung, lagi-lagi lantaran aktivitasnya pun dianggap mensubversi sistim yang dianut masyarakat di sana.
Kemudian ia melanjutkan pengembaraannya ke arah barat, yang membentang cukup jauh. Di sebuah koordinat tertentu, lelaki itu mengambil jalur ke arah selatan, hingga akhirnya tiba tiba di daerah Kana’an (Palestina Selatan), dan ia pun menetap di sana.
Suatu waktu, lelaki itu bersama istri tercintanya menuju ke Mesir. Tanpa disangka mereka bertemu dengan raja Mesir. Sepertinya karena kejernihan sikap yang terpancar pada diri lelaki itu dan ilmu yang dimilikinya, lalu raja Mesir menghadiahinya seorang budak perempuan asal Mesir.
Mengingat telah lama tak juga memberikan keturunan, maka sang istri menyilahkan suaminya itu menikahi budak perempuan Mesir itu, dengan sebelumnya dimerdekakan terlebih dahulu.
Singkat cerita kita akhirnya tahu, bahwa sang lelaki pengembara asal kota kuno Ur itu adalah Nabi Ibrahim AS, dengan segala kisah spektakuler yang melekat pada dirinya, sebagaimana terpatri pada sekumpulan ayat-ayat Alquran mengenai dirinya.
Sementara istri pertamanya itu Siti Sarah. Sedangkan budak perempuan hadiah raja Mesir yang akhirnya dimerdekakan dan dijadikan istri kedua oleh Nabi Ibrahim adalah Siti Hajar.
Ibrahim pergi dari kampung halamannya, mengembara dari satu kota ke kota lainnya, dengan membawa paham universal monoteisme yang diajarkan Tuhan kepada dirinya. Sekaligus ia menjadi penentang paling gigih dan radikal atas praktek-praktik penyembahan berhala dan syirik dalam beragam bentuknya, yang dilakukan kaumnya, termasuk ayahnya, masyarakat yang disinggahi dakwahnya, dan Raja Namruz.
Terhadap Nabi Ibrahimlah dinisbatkan Bapak Monoteisme paling sebermula. Sesungguhnya pada diri beliaulah terletak “simpul” ajaran agama-agama samawi besar (abrahamistic religions) yang tetap eksis sampai sekarang ini.
Putra Nabi Ibrahim yang terlahir dari rahim Siti Hajar adalah Nabi Ismail (Ishma-El, artinya Allah telah mendengar). Nama Ismail itu ekspresi syukur atas didengarnya doa Nabi Ibrahim kepada Allah atas permohonan untuk dikarunianya seorang anak.
Dan akhirnya pun kita tahu, bagaimana kisah akbar nan abadi tentang aspek pengorbanan besar Ismail, rasa hormatnya pada sang ayah, dan ketaatannya pada Allah SWT, berujung pada kita semua memperingatinya sebagai Hari Raya Idul Qurban.
Kita pun tahu pula, dari anak keturunan Ismail itulah kemudian terlahir seorang nabi pamungkas milik seluruh umat manusia, Nabi Muhammad SAW, yang melanjutkan tradisi ajaran-ajaran yang “hanif” dari Nabi Ibrahim.
Dan dari Sarah lalu terlahir Ishaq (Izaac, artinya tertawa). Diberi nama demikian karena saat malaikat mengabari Ibrahim dan Siti Sarah, bahwa akan lahir seorang putera dari rahim Siti Sarah, mendengar itu Siti Sarah justru tertawa karena merasa dirinya dan suaminya sudah terlampau tua, sehingga bagaimana mungkin bisa punya anak. Tetapi, bukankah tak ada yang mampu menghalangi jika Tuhan Yang Maha Kuasa sudah berkehendak?
Kita pun juga tahu, dari Ishaq inilah terlahir Yaqub yang bergelar Israel (Isra-El, artinya hamba Allah) yang melahirkan nabi-nabi Bani Israel.
Betapa agungnya dirimu, wahai Nabi Ibrahim AS, Ibunda Siti Sarah, Ibunda Siti Hajar, beserta para anak-cucu keturunan Nabi Ibrahim.
Selamat merayakan Hari Raya Qurban, wahai para keluarga muda dimanapun berada.
Salam keluarga muda Nusantara.
Oleh Nanang Djamaludin, Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nusantara (JARANAN) dan konsultan keayahbundaan (parenting)