KedaiPena.Com- Program food estate atau lumbung pangan yang diinisiasi pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi sorotan dan pembicaraan selama Pilpres 2024 berlangsung. Program ini menjadi bulan-bulanan dari para kandidat capres-cawapres yang tidak mengusung konsep keberlanjutan.
Salah satu yang mengkritik keras program ini ialah cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Bahkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini akan berjanji menghentikan program food estate jika terpilih bersama Anies Baswedan di Pilpres 2024.
Cak Imin dalam satu kampanye di Bali bahkan menyebuh ingin menghentikan intoleransi ekonomi atau ketidakadilan dalam ekonomi. Cak Imin menyinggung soal kekayaan alam raya yang dikuasai oleh segelintir konglomerat pada era Presiden Soeharto tak boleh dibiarkan.
Menanggapi kritik yang dilayangkan Cak Imin, Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar mengakui pemerintah tidak belajar dari kegagalan di masa lalu terkait dengan program food estate.
Sebab, kata Hermanto, sejak zaman orde baru pimpinan Presiden Soeharto program seperti food estate yakni pencetakan sawah 1 juta hektar di Kalimantan sedianya sudah terbukti gagal.
“Food estate, sebab sejak zaman orde baru proyek yang semacam ini yaitu proyek pencetakan sawah 1 juta hektar di Kalimantan sudah terbukti gagal. Mengapa tidak belajar dari kegagalan masa lalu?,” papar Hermanto, Sabtu,(27/1/2024).
Hermanto menilai, kegagalan proyek sejenis seperti food estate antara lain adalah areal pertanian atau sawah yang sudah dicetak setelah beberapa waktu namun tidak berlanjut. Menurut Hermanto,program seperti food estate memang tidak layak secara agronomi maupun secara sosial-ekonomi.
“Sehingga, proyek seperti itu tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan produksi pangan. Impor beras dan beberapa komoditas pangan kita masih berlangsung hingga kini,” papar Hermanto.
Di sisi lain, lanjut Hermanto, proyek food estate yang dikomandoi Menhan Prabowo Subianto telah merubah ekosistem awal menjadi areal pertanian berskala besar. Program ini, tegas Hermanto, berdampak negatif terhadap keberlanjutan ekosistem tersebut.
“Juga, kurang banyak mengikutkan petani setempat serta kecil sekali multiplier effect-nya terhadap perekonomian daerah. Jadi, saya sepandangan dengan Cak Imin untuk menghentikan proyek food estate,” ungkap Hermanto.
Mantan Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia mengaku setuju dan sependapat dengan istilah intoleransi ekonomi yang Cak Imin sampaikan. Bagi Hermanto, istilah tersebut sangat tepat dan layak disematkan kepada program food estate pemerintah.
“Anggaran sangat besar untuk proyek food estate berdampak sangat kecil terhadap ketahanan pangan dan hanya menghasilkan trickle down effect yang kecil bagi para petani setempat,” jelas Hermanto.
“Hal ini tidak sebanding dengan yang didapatkan perusahaan pengembang yang menyiapkan areal maupun korporasi yang terlibat dalam aktivitas proyek,” tambah Hermanto.
Hermanto menuturkan, anggaran yang sangat besar dalam proyek food estate sedianya bisa digunakan untuk meningkatkan ketersediaan pupuk bagi petani, menyediakan benih unggul padi dan jagung untuk petani.
“Lalu untuk replanting tanaman karet dan kelapa sawit tua milik petani serta meningkatkan sarana dan prasarana pertanian pedesaan akan lebih bermanfaat bagi kesejahteraan petani sekaligus memperkuat ketahanan pangan,”’pungkas Hermanto.
Laporan: Tim Kedai Pena