KedaiPena.Com – Ada kesalahan persepsi dari wajib pajak penggiat sepeda di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kurangnya sosialisasi penerapan perpajakan sepeda.
Apalagi hingga saat ini, belum ada perpajakan berkaitan dengan kendaraan non bermotor, baik itu dari pajak pusat maupun pajak daerah.
Demikian disampaikan Vero Deswanto, Founder Kantor Jasa Akuntasi (KJA) VED kepada Kedai Pena, Rabu (27/2/2021).
“Sepeda berbeda dengan kendaraan bermotor yang sudah adanya regulasi terkait pajak kendaraan, dan menjadi obyek pajak daerah,” ujar Vero, sapaannya.
Berdasarkan prinsip keadilan dan manfaat aspek perpajakan, lanjut dia, kurang tepat kiranya jika sepeda dikenakan regulasi pajak kendaraan.
Sebab, tambah dosen bidang akuntansi perpajakan ini, jika ditinjau dari pemanfaatan, sepeda merupakan sarana untuk meminimalisir polusi, perbaikan alam dan kesehatan.
“Termasuk juga dari aspek ekonomis, di mana nilai perolehan sepeda sebagai alat transportasi relatif rendah, jika dibandingkan dengan alat transportasi bermotor,” sambunya.
Justru, tambah Vero, akan lebih bijak dukungan pemerintah dari sisi kemudahan transaksi, pemotongan atau menghilangkan pajak konsumsi (PPN) dalam transaksi sepeda.
“Tentu dengan mempertimbangkan manfaat kesehatan dan kontribusi solutif dalam menyelesaikan kemacetan daerah tadi,” kata Vero lagi.
“Hal yang banyak dibahas saat ini adalah masuknya harta kekayaan sepeda dalam kelompok daftar aset di pelaporan SPT. Hal ini merupakan suatu hal yang bisa dilakukan sebagai bentuk pengembangan pengayaan data wajib pajak. Tapi menurut saya ini tidak berdampak signifikan terhadap perpajakan,” lanjut Vero.
Harusnya, kata dia lagi, pemerintah lebih fokus menginvetigasi potensi pengalihan aset keluar Indonesia seperti ‘transfer pricing‘ melalui aset saham atau aset lain di luar instrumen investasi, semisal Bitcoin.
“Itu nilainya lebih signifikan dan membantu penekanan ‘money laundry’. Fokus penambahan aset sepeda sebagai obyek pajak seperti berlari dari tantangan yang lebih besar. Energi terkuras untuk merombak tatanan yang sebenarnya baik dari sisi kesehatan, dan transportasi,” kecewa dia.
“Silakan saja masukan sepeda sebagai aset dalam SPT. Tapi saya rasa itu masih belum terlalu didapat dampaknya, jika ingin mengukur potensi kewajiban wajib pajak. Sia-sia istilahnya,” tandas penggiat Pedalizm ini.
Laporan: Sulistyawan