KedaiPena.Com – Ada empat alasan mengapa partai Demokrat menolak Rancangan Undang – undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Pertama, kehadiran RUU HIP akan memunculkan ketumpangtindihan dan menurunkan derajat dalam sistem ketatanegaraan.
“Sebab ideologi Pancasila adalah landasan pembentukan konstitusi, yang melalui RUU HIP ini justru diturunkan derajatnya untuk diatur oleh Undang Undang (UU) . Kalau RUU ini dianggap sebagai alat operasional untuk menjalankan Pancasila,” ujar Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat bersilahturahmi ke kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis, (25/6/2020).
AHY juga menilai, RUU HIP ini justru akan menurunkan nilai dan makna Pancasila. Selain tentunya berpotensi memfasilitasi hadirnya monopoli tafsir Pancasila.
“Selanjutnya berpotensi menjadi alat kekuasaan yang mudah disalahgunakan dan tidak sehat bagi demokrasi,” tegas AHY.
Kedua, lanjut AHY, RUU HIP ini juga mengesampingkan aspek historis, filosofis, dan sosiologis, dimana RUU ini tidak memuat TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme sebagai ‘konsideran’ dalam perumusan RUU HIP ini.
“Padahal, TAP MPRS tersebut merupakan landasan historis perumusan Pancasila, yang kemudian kita sepakati secara konsensus sebagai titik temu perbedaan di tengah kompleksitas ideologi dan cara pandang kebangsaan,” AHY menerangkan.
Alasan ketiga, RUU HIP memuat nuansa ajaran sekularistik atau bahkan ateistik, sebagaimana tercermin dalam Pasal 7 ayat 2 RUU HIP yang berbunyi, Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
“Hal ini mendorong munculnya ancaman konflik ideologi, polarisasi sosial-politik hingga perpecahan bangsa yang lebih besar,” tambahnya.
Poin keempat adalah adanya upaya memeras Pancasila menjadi trisila atau ekasila, sebagaimana tercantum dalam pasal 7 ayat (3), yang berbunyi trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.
“Hal itu jelas bertentangan dengan spirit Pancasila yang seutuhnya,” terangnya.
AHY pun mengapresiasi NU yang secara konstruktif memberikan kritik dan pandangan dalam mengawal dan mengawasi proses politik legislasi di parlemen.
“Ini penting untuk diteruskan dan dilakukan dalam terciptanya demokrasi yang semakin matang. Partai Demokrat secara terbuka siap menjadi penyambung lidah umat dan fatwa para Kiai se-nusantara untuk menjalankan politik kebangsaan yang sesuai dengan tuntunan nilai-nilai Ahlu Sunnah wal Jamaah (Aswaja),” terang AHY.
Bagi Partai Demokrat sendiri, lanjut AHY, NU adalah garda terdepan perjuangan Islam yang moderat, dan nilai-nilai wasathiyyah ini sejalan dengan nilai-nilai perjuangan politik Partai Demokrat yang moderat dan nasionalis-religius.
“Insya Allah akan selalu istiqamah menjadi partai tengah menjaga keseimbangan. Nilai-nilai itulah yang membuat adanya chemistry diantara PD dan NU. Semoga chemistry yang semakin kuat ini dapat terus dibangun untuk berkontribusi dalam memperjuangkan harapan dan hajat rakyat Indonesia,” tandas AHY.
Saat silaturahmi, AHY didampingi Sekjen PD Teuku Riefky Harsya, Bendahara Umum PD Renville Antonio, Wasekjen August Jovan Latuconsina, Kepala Badan Pembinaan Jaringan Konstituen (BPJK) DPP Partai Demokrat, Zulfikar Hamonangan, dan Kepala Departemen Agama dan Sosial Munawar Fuad Noeh.
Sementara Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, didampingi antara lain, KH. Abdul Manan Ghani (Ketua PBNU bidang Dakwah dan Masjid, H. Robikin Emhas, SH, MH Ketua PBNU bidang Hukum dan Perundang-Undangan, H. Ishfah Abidal Aziz, SHI, MH Wakil Sekjen, dan Arif Marbun Sekretaris Lembaga Perekonomian NU.
Laporan: Muhammad Hafidh