Artikel ini ditulis oleh Direktur Eksekutif 98 Institute, Hariyono Nayottama
PARTAI Hati Nurani Rakyat (Hanura) pada pemilihan umum (pemilu) 2019 gagal lolos ke Senayan. Partai yang resmi berdiri pada 14 November 2006 itu pada pemilu 2019 hanya mendapat 2.161.507 suara (1,54 persen) yang tidak memenuhi ambang batas parlemen sebesar empat persen.
Pemilu tersebut menjadi kegagalan pertama Hanura sejak mengikuti pemilu pada 2009. Partai besutan Jenderal TNI (Purn) Wiranto itu kini semakin berada di titik nadir. Sejak pertama mengikuti pemilu pada 2009, Hanura selalu lolos ke Senayan.
Pada 2009, Hanura memperoleh 17 kursi (3,04 persen) di DPR, setelah mendapat sebanyak 3.922.870 suara (3,77 persen). Lalu pada pemilu 2014, Hanura kembali melenggang ke Senayan setelah mendapat 16 kursi (2,9 persen) di DPR, setelah mendapat sebanyak 6.579.498 suara (5,26 persen).
Sebagai salah satu aset bangsa, nasib Hanura kini semakin tidak menentu. Sekedar informasi, saat ini Hanura dinakhodai oleh Oesman Sapta Odang atau biasa disapa OSO. OSO duduk sebagai ketua umum Hanura sejak 21 Desember 2016 hingga kini, setelah sebelumnya Hanura dipimpin oleh Wiranto sejak 21 Desember 2006 hingga 21 Desember 2016.
Sejatinya, memasuki pemilu 2014, Hanura pada medio Maret 2013 memeroleh energi tambahan, setelah 10 partai politik yang gagal dalam verifikasi administrasi menyatakan bergabung dengan Hanura. Ke-10 partai politik tersebut adalah, Partai Kedaulatan, Partai Republika Nusantara (RepublikaN), Partai Nasional Republik (Nasrep), dan Partai Indonesia Sejahtera (PIS).
Ada juga Partai Pemuda Indonesia (PPI), Partai Kongres, Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), serta Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI).
Menghadapi pemilu 2024, Hanura seperti kembali menghadapi senja kala. Banyak kalangan memprediksi Hanura kembali tidak akan lolos ke Senayan jika tidak mengubah strategi politiknya. Saat ini Hanura dikabarkan sedang berjalan tertatih.
Sejumlah informasi mengabarkan, kondisi internal Hanura sedang mengalami dilematis. Pasalnya, OSO sebagai ketua umum konon tidak bisa menjalankan roda organisasinya secara optimal, sebab harus istirahat panjang dikarenakan sakit. Kabarnya OSO harus istirahat minimal 1,5 tahun.
Sejumlah kader Hanura pun menjadi gamang. Alasannya sederhana, posisi ketua umum tidak bisa serta merta digantikan oleh wakil ketua umum maupun sekretaris jenderal (sekjend) sekalipun, karena kedaulatan partai yang dipegangnya.
Melihat kondisi Hanura yang hanya memiliki elektabilitas di bawah satu persen, maka harus ada upaya ekstra dari ketua umum partai dalam bermanuver untuk meningkatkan suara Hanura. Semua kader Hanura sejatinya berharap OSO bisa sehat seperti sedia kala untuk kembali memimpin Hanura dalam ‘perang demokrasi’ 2024.
Jika kita sedikit memprediksi, katakanlah kondisi OSO bisa kembali sehat bugar pada pertengahan tahun depan, namun OSO tidak memiliki banyak waktu untuk membenahi Hanura.
Hanura saat ini seperti sebuah pasukan yang tidak lagi memiliki komandan perang. Peran sekjend pun dinilai belum optimal bisa memimpin orchestra di internal Hanura. Secara kancah politik nasional, perlu kerja keras bagi sosok Kodrat Shah yang kini dipercaya sebagai sekjend Hanura untuk lebih dikenal publik.
Pada medio 2009-2019, Hanura memiliki sejumlah kader yang cukup vokal yang duduk di DPR RI dan lumayan dikenal publik secara luas. Sebut saja misalnya Akbar Faizal, Syarifuddin Sudding, Saleh Husin, Erik Satrya Wardhana, Dossy Iskandar Prasetyo, dan Inas Nasrullah Zubir.
Pemilu 2024 sudah di depan mata. Secara matematis, Hanura hanya memiliki waktu kurang dari dua tahun untuk berbenah dan memperbaiki strategi politiknya, jika masih tetap ingin berkiprah dikancah nasional.
Sebagai sebuah partai politik, Hanura yang telah memberi warna di dalam sistem perpolitikan Indonesia untuk medio 2009-2019, sungguh sangat disayangkan jika Hanura harus kembali tersapu angin perubahan demokrasi pada 2024.
Bagaimana nasib Hanura ke depannya? Kita tunggu aksi kader-kader ideologis dan militan dari Hanura untuk bisa keluar dari lubang jarum.
Sebagai sebuah partai politik yang lumayan memiliki rekam jejak bagus, semestinya Hanura dengan seabrek kader yang mumpuni bisa memutuskan sebuah strategi, taktik, agitasi, maupun propaganda untuk bisa kembali eksis.
Salam demokrasi!
[***]