KedaiPena.Com – Acara ‘Rindu Rendra: Megatruh, Satu Dekade Mengenang WS Rendra’ digelar di Gedung Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta (7/11/2019).
Peringatan ini digelar untuk mengenang Seniman WS Rendra sudah satu dasawarsa meninggal dunia, pada 2009. Namun, karyanya tetap menginspirasi sampai saat ini.
Tokoh nasional Rizal Ramli yang sempat berjuang bersama Rendra, menilai bahwa sosok Si Burung Merak itu adalah raksasa dalam dunia puisi Indonesia. Rendra juga seniman organik yang menangkap kegelisahan rakyat.
Rizal dan Rendra memang karib, bahkan ‘Sajak Sebatang Lisong’ dibacakan pertama kali di Kampus ITB, pada tahun 1977. Saat Rizal masih menjadi aktivis mahasiswa.
“Memang tidak setiap waktu lahir raksasa. Dalam sejarah Indonesia ada beberapa raksasa seni. Ada Taufik Ismail, ada Pramoedya Ananta Toer, ada Ismail Marzuki, ada Rendra,” kata RR, sapaan Rizal.
Nah, tambah dia, raksasa ini tumbuh pada zamannya. Biasanya pada kondisi semakin bergejolak, tumbuh raksasa-raksasa dalam bidang seni.
Rizal menambahkan, seniman besar hidup bersama rakyat, merasakan detak jantung rakyat. Memahami pikiran dan perasaan rakyat niasa. Itulah dialektika romantika.
“Rendra belajar banyak dari rakyat, ketemu anak muda, ketemu berbagai lapisan rakyat. Dari sini dia belajar, dia tangkap sari-sarinya, dia ekspresikan dalam puisi,” kata dia lagi.
Seniman muda pun harus seperti itu, tidak bisa memisahkan diri dari kenyataan, realita, jauh dari rakyat.
“Bagaimana mereka bisa menangkap aspirasi yang berkembang kalau jauh dari rakyat,” dia berharap.
Tapi sayang, sampai saat ini saya gak liat yang muda-muda yang bakal jadi raksasa puisi Indonesia saat ini.
“Mudah-mudahan generasi nanti ada yang betul-betul puitik, bisa menangkap nilai yang berkembang dan menjadi pewaris Rendra di Indonesia,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh