SALAM Pak Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman. Bukan begitu cara mengatasi masalah harga gabah petani. Masalah petani bukan saja masalah kadar air hasil pertanian yang menyebabkan harga jatuh. Kalau begitu doakan setiap menjelang panen begini, hujan lebat agar kadar air gabah petani tinggi, dengan demikian maka para pebisnis dan lembaga Negara Bulog bisa membeli gabah dengan harga rendah dan dapat untung besar.
Sebagai Mentan bapak harus menangani pertmaina mulai dari penyelesaian masalah masalah yang paling pokok seperti:
1. Pertama taman petani mengalami tingginya biaya produksi dalam menjalankan kegiatan usaha tani. Biaya pengolahan lahan, biaya bibit, biaya pupuk, biaya tenaga kerja, dll, pada saat musim tanam dan pada saat panen  mengalami peningkatan.
2. Petani umumnya tidak ada tabungan modal. Dia biasanya mereka tidak memiliki akses kepada bank. Untuk mengatasi pembiayaan awal pertanian maka mereka mengambil utang dengan bunga antara 100 sampai dengan 150 persen. Atau mereka terjebak dalam ijon. Petani juga tidak memiliki aset yang cukup yang bisa digadaikan atau minus aset.
3. Pada saat panen petani berhadapan dengan turunnya harga harga hasil pertanian. Hal ini lebih banyak terjadi pada padi dan Palawija. Kejatuhan harga ini seringkali semangat kejam dan pada tingkat harga yang merugikan petani. Sementara diawali tadi biaya produksi dan biaya bunga meningkat.
4 Â Sekarang tidak ada lagi subsidi pertania baik subsidi sarana produksi, subsidi bunga dan sistem asuransi hasil pertanian. Bayangkan jika banjir yang marak belakangan ini bisa menyebabkan gagal panen. Ini akan semakin membuat petani tercekik.sudah bangkrut harus menanggung utang pula. Seharusnya ada mekanisme asuransi gagal panen yang dibiayai oleh negara.
5. Sekarang tidak ada lagi mekanisme harga dasar atau harga yang harus diterima petani aibatnya petani menjadi alat permainan Bulog yang juga sudah berubah fungsi sebagai perseroan terbatas dan mencari keuntungan dari bisnis hasil pertanian dan pangan impor. Bulog ini sebaiknya dibubarkan karena melakukan kejahatan ekonomi pada petani.
6. Koperasi yang ada tidak mendapatkan dukungan  dari pemerintan dan kalah bersaing dengan para toke toke di kecamatan kecamatan. Kalau di Jakarta ada taipan taipan. Di kampung kampung ada toke toke yang menguasai bisnis hasil bumi. Oleh karena itu pemerintah harus memperkuat koperasi agar memiliki kemampuan menyerap hasil bumi.
7. Institusi seperti Kementrian pertanian, Kementrian desa, kementerian perdagangan, sebetulnya mereka sudah tidak ada manfaatnya bagi petani. Institusi ini tidak memiliki peran langsung dalam memperkuat struktur produksi petani. Penetrasi tengkulak, Bank mikro, touke touke, jauh lebih dalam kepada petani dan pertanian.
8. Petani sekarang ini mengalami masalah infrastruktur yang sangat parah. Petani tidak memiliki infrastruktur pasca panen seperti infrastruktur tempat penyimpanan  hasil bumi, infrastruktur tempat pengeringan, infrastruktur pengolahan hasil bumi. Infrastruktur petani pada era reformasi, terutama dalam era pemerintahan Jokowi adalah yang paling diabaikan. Pemerintah sibuk bikin tol dan bendungan yang bisa dijual ke swasta dam tidak ada kaitan dengan petani.
9. Petani Indonesia adalah kelompok masyarakat mayoritas, hampir separuh jumlah penduduk namun  mendapatkan bagian sama sekali dari Anggaran negara. Adanya dana desa yang selama ini dianggarkan oleh rezim pemerintahan ini sama sekali tidak ada kaitan dengan petani. Dana dana desa tersebut adalah sumber ekonomi para kontraktor Project pemerintah yang sebagian besar dibelanjakan untuk barang barang impor.
Berdasarkan hal di atas, wajar petani sampa tidak berubah kehidupannya. Petani menjadi sasaran penghisapan sistem politik yang dikuasai oligarki pengusaha. Sistem politik kita mirip kelakuan para rentenir dan tengkulak. Oligarki penguasa yang mencari uang dengan memeras rakyat, bukan dengan membangun kapasitas petani, bukan dengan membangun produktifitas petani. Wajar meski ekonomi tumbuh nilai daya beli petani, tukar petani dan  rumah tangga petani merosot. Semoga Pak Mentan dapat memahami amanat penderitaan rakyat (ampera) petani ini.
Oleh Salamuddin Daeng, Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)