GUNUNG Semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan puncak Mahamerunya pada ketinggian 3676 MDPL. Gunung Semeru adalah bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang bahkan akan menjadi 10 destinasi wisata paling utama di Indonesia.
Dengan segala keindahan dan prestasinya jelas saja berbagai permasalahan pro dan kontra muncul di TNBTS. Salah satunya adalah permasalahan sampah, dari keberadaannya hingga pengolahannya. Sampah di Gunung Semeru rata-rata mencapai dua ton sampah tiap minggunya.
Berbagai aktivis lingkungan dan pegiat alam bebas seperti mapala, organisasi pecinta alam dan berbagai komunitas dalam berbagai kesempatan sering kali ikut terlibat dalam penanganan sampah yang ada di Gunung Semeru.
Seperti kegiatan Sapu Gunung yang rutin diadakan setiap tahunnya oleh teman-teman yang tergabung dari Gimbal Alas, kegiatan bersih sampah yang rutin diadakan oleh Komunitas Sahabat Volunter Semeru, dan bahkan yang belum lama ini kegiatan Kemenko Maritim yang menggandeng sejumlah mapala dan komunitas untuk turun langsung ke lapangan guna memecahkan permasalahan sampah yang ada di TNBTS tersebut.
Berdasarkan survei dan observasi di lapangan, penumpukan sampah yang ada di sekitaran Danau Ranu Kumbolo sudah cukup bersih, sepanjang jalur pendakian dari Ranu Pane hingga Ranu Kumbolo tidak terlalu kotor, tempat-tempat sampah di tiap pos sudah digunakan dengan semestinya.
Tetapi tetap saja di titik-titik tertentu yang justru tersembunyi, masih banyak sampah yang kebanyakan sejenis tisu basah ataupun tisu kering. Sampah-sampah kecil yang mungkin dianggap remeh oleh para pendaki masih berserakan di sepanjang jalur pendakian seperti bungkus permen dan puntung rokok, meskipun kecil keberadaan sampah-sampah ini juga sangat mengganggu pemandangan.
Sekarang yang dipertanyakan adalah kemana larinya sampah-sampah yang berhasil dibawa turun tersebut? Berdasarkan hasil wawancara dengan warga desa lokal yang kebetulan adalah pengangkut sampah yang ada di Ranu Pane, sampah-sampah ini sementara disembunyikan di hutan yang jauh oleh jalur pendakian.
“’Pickup’ ini baru saja diadakan. Sebelumnya tidak ada fasilitas pengangkut sampah, sambil menunggu diangkut ke Malang sampah ini di bawa ke hutan yang tidak terlihat oleh para pendaki,†ucap bapak separuh baya tersebut.
Di Ranu Pane tumpukan sampah lumayan menggunung, ternyata sebelumnya jauh lebih banyak, sebelum ada pickup yang mengangkut sampah ke hutan. Ranu Pane adalalah desa kecil yang masuk Kabupaten Lumajang, namun pada penanganan sampah di Semeru ini, Kabupaten Lumajang belum dapat memfasilitasi permasalahan yang ada.
Sehingga sampah-sampah tersebut di bawa turun ke Kabupaten Malang. Dan di Malangpun tidak ada kepastian pengolahan sampah tersebut, karena hanya ditampung di TPA saja.
Sampah akan menjadi barang berharga jika ditangani dengan tepat. Jika di Kabupaten Lumajang belum menyediakan fasilitas yang memadai dan di Kabupaten Malangpun tidak dapat dipastikan pengolahannya, alangkah baiknya sampah-sampah ini dikelola sendiri oleh pihak TNBTS dan dijadikan barang yang memiliki nilai guna.
Sebut saja Bank Sampah Semeru saya adopsi dari program di kampus saya yang bernama Bank Sampah Brawijaya. Di sebut Bank Sampah karena di dalamnya terdapat transaksi menabung atau menyimpan nilai rupiah yang didapat dari sampah yang kita kumpulkan. Sistem kerjanya sangat mudah jika kumpulkan sampah sesuai jenisnya yaitu sampah plastik, kertas, jenis logam atau kaca.
Dengan diterapkannya Bank Sampah Semeru diharapkan semua pendaki yang berbondong-bondong kembali membawa sampahnya turun bahkan berlomba-lomba mengumpulkan sampah meski bukan miliknya. Sampah yang dibawa turun dan sudah terpilah sesuai jenisnya, nantinya dapat ditukarkan dengan nilai rupiah yang bisa diambil secara langsung atau ditabung untuk pendakian selanjutnya.
Sehingga diharapkan sampah sekecil apapun bentuknya seperti bungkus permen dan puntung rokok dapat dipastikan kembali dibawa turun tidak dibuang sembarangan, karena sekecil apapun bentuk sampah dianggap mempunyai nilai.
Keuntungan bagi TNBTS sendiri hasil sampah yang sudah terpilah sesuai jenisnya akan lebih mudah dalam mengelolanya dan nilai jualnya pun lebih tinggi dari pada sampah yang tercampur aduk seperti biasa ketika dibawa ke TPA.
Bank sampah dapat dikelola sendiri oleh pihak TNBTS dan didaur ulang sesuai jenisnya jika pun belum mumpuni dalam bidangnya bisa saja bekerja sama dengan BSM (Bank Sampah Malang) dalam mengelolanya, karena di Kota Malang semua warganya sudah menerapkan dan bergabung sebagai nasabah BSM termasuk program di kampus saya sudah menerapkan Bank Sampah Brawijaya.
Dengan permasalahan yang ada dan opini solusi dari Bank Sampah diharapkan Gunung Semeru dan bagian TNBTS lainnya seperti Bromo dapat menjadi wisata yang nyaman, bersih dan mendukung program 10 destinasi wisata yang utama di Indonesia.
Sampah bukan lagi menjadi momok bagi para pengunjung dan pengelola, sampah menjadi emas dan diburu semua orang. Tidak ada lagi sampah tercecer di Semeru, tidak ada lagi gunungan sampah di Ranu Pane dan tidak ada lagi sampah disembunyikan di dalam hutan, semua sampah terkelola dengan baik dan sampah menjadi barang yang mempunyai nilai guna yang berharga. Lestari!
Oleh Rini Widyastuti, Peserta FGD dan Field Trip Semeru dari Impala Universitas Brawijaya