KedaiPena.Com – Pembangkangan hukum oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang terus berjalan. Hal ini terjadi setidaknya selama 6 tahun 2 bulan, terhitung sejak PT. Semen Indonesia mendapat izin pertama kali sejak 17 Juli 2012.
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Mendengar (JM-PPK) melalui Koordinatornya, Ngatiban mengatakan, pembangkangan hukum tersebut yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia antara lain ialah tidak menaatinya putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 5 Oktober 2016.
“Yang menyatakan secara jelas bahwa kegiatan/usaha PT. Semen Indonesia di Kabupaten Rembang melanggar hukum dan harus dinyatakan batal. Sudah 336 hari (11 bulan) putusan itu tidak ditaati,” ujar dia dalam siaran pers yang diterima KedaiPena.Com, Rabu (6/9).
“PT. Semen Indonesia juga telah melakukan operasi penambangan dan operasi produksi, selain itu PT. Semen Indonesia juga berencana untuk melakukan peledakan batu gamping yang pasti akan berdampak bagi masyarakat,” sambung dia.
Tidak hanya itu, kata dia, PT Semen Indonesia juga telah melawan Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang menyatakan bahwa di daerah CAT Watu Putih tidak bisa ditambang karena kawasan karst yang menjadi penopang sumber air.
“Aktivitas Semen Rembang adalah pembangkangan atas putusan MA No. 91 PK/TUN/2017. Putusan ini menolak PK di atas PK yang diajukan oleh Semen Rembang,” beber dia.
Semen Rembang pun, lanjut dia, juga menggunakan saksi palsu yang terbukti di persidangan. Kajian Amdal Semen Rembang juga terbukti melakukan pemalsuan, kebohongan dan ketidakbenaran data.
“Praktik Addendum Amdal dan RKL-RPL yang cacat hukum dan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap putusan MA serta bertentangan dengan UU 32 Tahun 2009 jo PP No. 27 Tahun 2007,” ujar dia.
Selain itu, tegas dia, izin usaha yang didapatkan Semen Rembang juga mengandung cacat hukum dan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap putusan MA berkaitan dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.
“Semen Rembang tidak mematuhi kesepakatan antara warga, KSP, KLHK Kem. BUMN dan PT. SI di Kantor Staf Kepresidenan tanggal 20 Maret 2017 di mana PT. SI dan Kementerian BUMN sepakat agar tidak melakukan operasi terlebih dahulu sampai KLHS selesai,” beber dia.
“Dan pembangkangan hukum ini jelas tidak dapat dibiarkan. Indonesia sebagai Negara hukum diuji apakah hanya menjerat masyarakat miskin ataupun seluruh subyek hukum yang melakukan pelanggaran terutama korporasi. Hal ini sesuai pula dengan Peraturan MA tentang kejahatan korporasi,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh