KedaiPena.com – Terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1/Tahun 2022 terkait perdata khusus yang mengatur mekanisme pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan terobosan besar dalam menyelesaikan kasus koperasi-koperasi bermasalah.
Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki mengatakan dalam SEMA disebutkan, permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU terhadap koperasi hanya dapat diajukan Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang perkoperasian, yaitu Menteri Koperasi dan UKM RI.
“Dengan adanya aturan ini, pengurus koperasi yang nakal tidak lagi bisa memakai skema dan modus pailit dan PKPU,” kata Teten, Selasa (27/12/2022).
Ia mengakui, pihaknya sempat mengalami kesulitan dalam memitigasi 8 koperasi bermasalah yang merugikan masyarakat sebesar Rp26 triliun.
“Tidak ada mekanisme penyelesaiannya, tidak seperti di perbankan,” ucapnya.
Bahkan, UU 25/1992 tentang Perkoperasian tidak memiliki kewenangan dalam pengawasan koperasi. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa pengawasan koperasi dilakukan secara internal di tubuh koperasi itu sendiri.
Oleh karena itu, ia bersama seluruh stakeholder terus mendorong revisi UU Perkoperasian. Ditambah dengan bakal adanya UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), diharapkan akan ada batasan jelas dan tegas antara koperasi yang open loop dan close loop.
“Nantinya, koperasi yang melakukan kegiatan usaha jasa keuangan, pengawasannya akan dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sedangkan koperasi yang close loop, pengawasan tetap dilakukan KemenkopUKM,” kata Teten.
Untuk itu, KemenkopUKM selama dua tahun ke depan akan melakukan verifikasi, mana koperasi yang masuk kategori open loop dan mana yang close loop. Mereka tidak boleh lagi bermain di wilayah abu-abu, yaitu KSP tapi berbisnis jasa keuangan.
“Ini clear dan sangat tegas, sehingga ke depan tidak akan ada lagi praktik koperasi yang merugikan masyarakat,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa