KedaiPena.Com – Pembangunan kilang LNG Blok Masela di darat dapat mendorong pengembangan dan pertumbuhan wilayah ekonomi baru di Indonesia Bagian Timur. Hal ini dipercaya tidak dapat dilakukan jika kilang LNG dibangun di laut (FLNG).
Kilang LNG di darat akan memberi manfaat ekonomi bagi Indonesia sekitar US$ 225 miliar dibandingkan kilang terapung sekitar US$ 140 miliar.
Berdasarkan perhitungan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, manfaat ekonomi kilang darat itu berasal dari tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar US$ 16 miliar, manfaat ekonomi bagi Maluku US$ 33 miliar, pendapatan untuk kontraktor US$ 21 miliar, dan pendapatan pemerintah Indonesia US$ 31 miliar.
Pembangunan kilang LNG di darat berpotensi menyerap tenaga kerja lebih banyak dari kilang terapung. Pada saat konstruksi, kilang di darat akan menyerap sebanyak 6.000 tenaga kerja dibandingkan 3.500 tenaga kerja di kilang terapung.
Sedangkan saat operasional, kilang di darat menyerap lebih dari 1.000 tenaga kerja dibandingkan kilang terapung yang menyerap kurang dari 1.000 tenaga kerja.
Pembangunan kilang gas alam cair (LNG) di darat (onshore) dari produksi gas Blok Masela di Maluku lebih murah dan memberikan manfaat ekonomi lebih besar dibandingkan kilang di laut atau terapung (floating).
Sementara itu, dari sisi biaya, pembangunan kilang LNG di darat (Pulau Selaru) sebesar US$ 16 miliar dan kilang terapung sebesar US$ 22 miliar.
Biaya kilang di darat tersebut sudah termasuk membangun floating production, storage and offloading (FPSO) sebesar US$ 2 miliar dan jalur pipa 24 inci sepanjang 90 kilometer sebesar US$ 1,2 miliar.
Sebagai perbandingan, Kantor Staf Presiden menyebutkan sebesar US$ 13,5 miliar (Pulau Tanimbar) dan US$ 11,8 miliar (Pulau Aru). Untuk kilang terapung, Inpex memperkirakan biaya pembangunannya sebesar US$ 14,8 miliar dan KSP menyebutkan US$ 18,2 miliar.
Nah, info yang beredar, Inpex menyebutkan biaya kilang di darat sebesar US$ 19,3 miliar di Pulau Tanimbar dan US$ 22,3 miliar di Pulau Aru.
Perkiraan biaya LNG darat dari Tim KSP tidak berbeda jauh dengan perkiraan biaya Kemenko Maritim, sedangkan perkiraan biaya oleh Inpex jauh lebih tinggi disebabkan asumsi biaya FPSO mencapai US$ 4,8 miliar (tidak sesuai dengan harga pasar saat ini) dibandingkan dengan asumsi Kemenko US$ 2 miliar dan asumsi KSP sebesar US$ 0,75 miliar.
Perkiraan biaya kilang terapung (FLNG) oleh Inpex sangat rendah dibandingkan perkiraan biaya oleh Tim KSP dan perkiraan biaya oleh Kemenko dengan menggunakan asumsi realisasi biaya FLNG Prelude di Australia yang merupakan satu-satunya FLNG di dunia saat ini.
(Oskar/Foto: Istimewa)