KedaiPena.com – Menyikapi banyaknya selebriti yang memasuki ranah politik, Pakar Hukum Tata Negara STH Jentera, Bivitri Susanti menyatakan dalam pemilihan para wakil rakyat, yang patut disoroti bukan lah tentang profesi para calon itu tapi lebih kepada kompetensi dari para wakil rakyat itu untuk mengemban posisi sebagai penyambung lidah rakyat.
“Yang kita perlu soroti bukan profesinya tapi kompetensi dan rekam jejaknya, apakah memenuhi kualifikasi untuk memenuhi syarat menduduki jabatan tersebut,” kata Bivitri dalam Seminar Nasional Evaluasi 1 Dekade Pemerintahan Jokowi di Millenium Sirih Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Ia menyatakan untuk beberapa kasus, ada beberapa wakil rakyat yang berlatar belakang selebritis ternyata mampu membuka ide-ide baru.
“Tapi yang perlu saya soroti, bukan masalah itu. Yang saya soroti adalah hal ini merupakan cerminan dari sistem politik Indonesia. Dimana kompetensi dan rekam jejak seseorang tidaka lagi penting, yang penting adalah popularitas orang tersebut, sehingga mampu meraup suara,” ungkapnya.
Dan, ini akan mengarah pada Partai Politik dan cara mereka dalam melakukan kaderisasi dan perekrutan calon wakil rakyat.
“Dalam kondisi ini terlihat, bagaimana partai politik bukan berdasarkan kemampuan orang itu. Tapi bagaimana para kader itu, dengan popularitas yang ada, bisa meraup suara yang banyak, untuk memenangkan kursi lebih banyak bagi partai. Tak lagi penting pendidikan politik, hanya bagaimana mendapatkan banyak kursi,” ungkapnya lagi.
Dan ia memaparkan bahwa Indonesia menerapkan sistem one fraction one vote, bukan one person one vote. Sehingga, yang perlu dalam mewujudkan kebijakan adalah dengan memastikan fraksi yang ada di parlemen menyetujui rumusan kebijakan yang ada.
Sebagai contoh, saat perumusan UU Cipta Kerja, ada 7 fraksi yang menyetujui dan 2 fraksi yang tidak setuju. Dan para anggota fraksi yang berbeda pendapat, tidak memiliki peluang untuk mengemukakan pendapatnya. Karena hanya suara fraksi yang dihitungkan.
“Saya bukan mempermasalahkan one man one vote, tapi bagaimana praktik delibrasi dan musyawarah itu menjadi bagian dari sistem politik Indonesia, dan bagaimana suara semua pihak, baik yang setuju dan yang tidak setuju bisa menyampaikan pendapatnya. Sehingga kedepannya, karakter partai politik bisa terbentuk dan pengambilan keputusan bisa benar-benar berbasis pada perembukan,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa