KedaiPena.Com- Revenue industri game dan e-sport pada tahun 2019 sebesar 1.084 miliar Dollar Amerika telah menjadikan Indonesia sebagai market game terbesar di Asia Tenggara dan peringkat 17 di kancah internasional.
Tapi sayangnya, walaupun ada 52 juta penduduk Indonesia yang tercatat sebagai gamers, sebagian besar revenue itu masih dinikmati oleh pengembang game luar negeri.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika, Kementerian Perindustrian, Dr. Ir. Taufik Bawazier, MSi, menyatakan tahun 2020 yang merupakan tahun krisis kesehatan ternyata tak membuat sektor informasi dan komunikasi melemah dengan tetap menghasilkan sekitar Rp10,58 triliun.
“Kontribusi dari industri game Indonesia sendiri baru meningkat 0,4 persen pada tahun 2020. Hanya naik 0,2 persen dari tahun 2016. Hal ini menunjukkan, bahwa sektor ini masih perlu didorong untuk membuka kolaborasi agar dapat memanfaatkan potensi yang ada di Indonesia. Dan masih terbuka luas kesempatan bagi pengembang game lokal,” kata Taufik dalam rangkaian acara Bangga Game Buatan Indonesia, Selasa (3/8/2021).
Ia menyatakan dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, peluang industri game sangat terbuka lebar. Termasuk bagi pengembang dalam negeri.
“Ada sekitar 40 juta pengguna baru yang bergabung ke internet, yang jauh lebih tinggi dari periode 2015 hingga 2019. Dan 70 persen populasi saat ini sudah tergabung dalam sistem internet,” ucapnya.
Berdasarkan data Temasek dan Google, Indonesia menyumbangkan 44 miliar Dollar Amerika atau Rp621,15 triliun, dengan pertumbuhan ekonomi digital tahun 2020 sebesar 11 persen yoy dan diperkirakan akan tetap bertumbuh pada tahun 2025, sekitar 23 persen.
“Pemain game yang menggunakan smartphone juga semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi. Pada tahun 2019, tercatat 85 persen pengguna smartphone memainkan game pada hapenya,” ucapnya lagi.
Perkembangan jalur selular 5G juga dipercaya akan semakin membuka peluang berkembangnya pasar game dunia.
“Dengan berbagai kelebihan di 5G akan membuat gamers akan semakin menikmati kecepatan saat memainkan secara online dan untuk yang berbasis realitas juga akan semakin menjamur. Hal ini harus bisa ditangkap oleh para pengembang game Indonesia,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Game Indonesia Cipto Adiguno juga menyatakan aplikasi game lokal masih perlu didorong untuk lebih banyak dikenal dan dipergunakan oleh pelaku game dalam negeri.
“Hal ini penting dalam meningkatkan kapasitas aplikasi game buatan dalam negeri. Saat ini, game lokal yang dimainkan di lokal hanya 5 persen. Sisanya masih buatan luar negeri. Tapi dengan adanya festival game, harapannya akan semakin memperkenalkan game lokal Indonesia dan sekaligus mendorong perkembangan game lokal di kancah internasional,” kata Cipto.
Ia menjelaskan Indonesia yang merupakan negara yang mengeluarkan dana untuk peringkat ke-17, harusnya lebih banyak memainkan game buatan dalam negeri.
“Memang dapat dimengerti alasan mengapa pemain game Indonesia lebih menyenangi game buatan luar negeri, karena pelaku game Indonesia memang baru saja memulai sebagai pelaku. Tak seperti Jepang atau Amerika yang sudah memulainya sejak tahun 1970an,” ucapnya lagi.
Tapi, ia menyatakan aplikasi game lokal sudah banyak yang mendapatkan penghargaan dan pendapatan di luar negeri.
“Sayangnya itu, dikenal oleh pihak luar negeri tapi tak dikenal oleh pemain dalam negeri. Karena itu, kami sangat mendorong pemangku kepentingan untuk dapat memperkenalkan game developer ke pemain game lokal,” pungkasnya.
Laporan: Natasha