Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah.
Dari mana asalnya Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tahun 1905?
SDI (Sarekat Dagang Islam) berasal dari organisasi buruh. Murni lahir dari cita-cita ideal, yaitu membangun kesejahteraan buruh batik yang diprakarsai oleh para saudagar batik di kota Solo.
Sejarawan Takashi Shiraishi di dalam bukunya “Zaman Bergerak, Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926” menulis, cikal-bakal SDI adalah organisasi perkumpulan ronda, Rekso Roemekso, para anggotanya terdiri dari para buruh batik. Bertujuan mengamankan perkampungan para pembatik dari pencurian-pencurian batik pada malam hari.
Perkelahian-perkelahian kala itu kerap terjadi di antara para anggota Rekso Roemekso dengan orang-orang Tionghoa yang tergabung di dalam organisasi Kong Sing, akibat motif persaingan dagang. Hal ini kemudian mengundang penyelidikan polisi mengenai status hukum Rekso Roemekso.
Pada masa itu setiap perkumpulan tanpa status hukum dapat dibubarkan atas perintah Residen, berdasarkan undang-undang kolonial.
Rekso Roemekso dari SDI akhirnya menjelma jadi Sarekat Islam pada 1912. Sebuah organisasi politik bumiputera yang ketika itu paling ditakuti oleh pemerintah kolonial Belanda, dengan tokohnya yang terkenal Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto.
Esensi dari kisah di atas adalah organisasi buruh merupakan salah satu elemen penting pergerakan rakyat, yang ikut berperan dalam politik Indonesia modern dan kebangkitan kesadaran nasional.
Dalam seperempat pertama abad ke 20 kesadaran nasional di negeri ini mulai tumbuh seiring dengan berkembangnya aksi-aksi pergerakan rakyat lainnya, seperti menerbitkan suratkabar, mendirikan ormas, berkembangnya organisasi pemuda dan mahasiswa, hingga lahirnya partai politik seperti Indische Partij, termasuk serikat buruh.
Seorang priyayi ningrat dari keraton Pakualaman, Yogyakarta, kala itu menjadi salah satu tokoh penting kaum buruh. Ia kakak dari Ki Hadjar Dewantara, Raden Mas Suryopranoto, yang dikenal dengan sebutan De Stakingskoning atau Si Raja Mogok.
Para pembesar Belanda kala itu sangat gentar berhadapan dengannya, karena intelektualitas, kharisma dan kemampuannya mengorganisir pemogokan para buruh, terutama para buruh pabrik gula, dimana gula kala itu merupakan komoditi ekspor yang sangat menguntungkan pemerintah kolonial Belanda.
Esensi tuntutan tokoh yang merupakan Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 310/1959, 30 November 1959 ini, tidak ubahnya dengan tuntutan para buruh Indonesia hari ini, yaitu memperjuangkan hak dan keadilan berkaitan dengan kesejahteraan hidup serta masa depan para buruh.
Antara lain menuntut kenaikan upah, persamaan hak antara buruh Belanda dan bumiputera, perbaikan kondisi kerja, 8 jam kerja sehari, libur dengan bayaran satu hari dalam seminggu serta tambahan bayaran untuk kerja lembur.
Suryopranoto juga mendirikan Arbeidsleger (pasukan buruh), PFB (Personeel Fabrieks Bond) pada 1918 dan organisasi bernama Adhi Dharma, yang membantu para buruh yang dipecat agar memperoleh pekerjaan baru dan membantu keuangan mereka selagi mencari kerja.
Apa yang akan dilakukannya andai kini ia masih hidup? Terutama menyaksikan nasib para buruh yang kini sedang terancam oleh Omnibus Law/Undang-undang Cipta Kerja yang penuh ketidakadilan dan lebih menguntungkan oligarki?
Jiwa dari rohnya ternyata bersemayam di dalam semangat para buruh yang kini sedang melakukan long march dari Bandung menuju Jakarta
Para buruh dari Partai Buruh ini, sebagaimana diberitakan oleh media online, membawa 5 isu tuntutan utama. Diantaranya, cabut Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, cabut Undang-undang Omnibus Law Kesehatan, berlakukan UMK + UMP Tahun 2024 Sebesar 15 persen, cabut Presidential Threshold 20 persen dan Wujudkan Jaminan Sosial Semesta Sepanjang Hayat (JS3H).
Seperti diberitakan, puncak aksi long march para buruh ini akan berakhir di Jakarta hari ini. Para buruh bersama elemen masyarakat lainnya diberitakan pula akan memadati Istana Negara, Gedung MK dan Gedung DPR.
Vivat diu luctamen, recta pro bonis humanis consiste, semoga panjang umurlah perjuangan, berdiri tegaklah nilai kemanusiaan!
[***]