KedaiPena.Com – Kompleks hutan Gunung Guntur dan Papandayan ditunjuk pertama kali sebagai kawasan hutan berdasarkan GB. Nomor 27 dan Nomor 28 tanggal 7 Juli 1927. Pada tahun 1979 kompleks hutan tersebut kemudian ditunjuk menjadi CA Kawah Kamojang, TWA Kawah Kamojang, CA Gunung Papandayan dan TWA Gunung Papandayan.
Demikian dikatakan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Wiratno dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, ditulis Kamis (31/1/2019).
Hal ini disampaikan sehubungan aksi penolakan terhadap perubahan fungsi sebagian Cagar Alam (CA) Gunung Papandayan dan CA Kawah Kamojang menjadi Taman Wisata Alam (TWA) yang marak dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat.
“Pada Tahun 1990 ditetapkan CA Kawah Kamojang seluas 7.805 ha dan TWA Kawah Kamojang seluas 481 ha, serta CA Gunung Papandayan seluas 6.807 dan TWA Gunung Papandayan seluas 225 ha,” kata Wiratno.
Secara faktual, sambung dia, pada kawasan CA Kawah Kamojang terdapat penggarapan lahan yang dilakukan masyarakat seluas 449,17 hektar, aktivitas wisata alam berupa camping dan pemancingan di Danau Ciharus, serta pemanfaatan jasa lingkungan berupa panas bumi (PJLPB) yang telah berlangsung sejak tahun 1974.
“PJLPB yang dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy memanfaatkan area seluas 56,85 Ha (1,97% dari luas TWA) dengan kapasitas terpasang 235 MW. PJLPB diperlukan untuk mensuplai kebutuhan listrik Jawa-Bali yang menerangi 261.000 rumah,” lanjutnya.
Wiratno menambahkan, selain energi listrik yang dihasilkan, operasionalisasi pemanfaatan panas bumi juga berkontribusi terhadap penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT. Pertamina, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapatkan Dana Bagi Hasil yang diatur oleh Kementerian Keuangan.
Sementara pemerintah kabupaten mendapatkan bonus produksi yang besarnya Rp 47,2 Milyar, yang sejak tahun 2015 disetorkan langsung ke kas pemerintah kabupaten (Garut: Rp 5,35 Milyar dan Bandung: Rp 41,85 Milyar). Operasionalisasi panas bumi, secara tidak langsung juga berkontribusi dalam pengembangan/pembangunan wilayah, peningkatan aktivitas ekonomi, membuka lapangan kerja dan upaya-upaya penguatan masyarakat di tingkat lokal melalui kegiatan-kegiatan CSR-nya.
“Selain itu, terdapat pemanfaatan jasa lingkungan air oleh masyarakat di 7 (tujuh) desa, yaitu Desa Cisarua, Desa Sukakarya, Desa Padaawas, Desa Cihawuk, Desa Laksana, Desa Dukuh dan Desa Ibun,” Wiratno melanjutkan.
Secara faktual, pada CA Gunung Papandayan terdapat penggarapan lahan yang dilakukan masyarakat seluas 180 hektar, aktivitas wisata alam di Kawah Manuk dan Kawah Darajat, dan pemanfaatan jasa lingkungan berupa panas bumi. Kegiatan pemanfaatan panas bumi telah berlangsung sejak tahun 1974 dengan memanfaatkan kawasan seluas 26 Ha (1,3% dari luas TWA) dengan kapasitas terpasang 271 MW.
Energi yang dihasilkan tersebut mensuplai kebutuhan listrik Jawa-Bali yang sampai dengan saat ini menerangi 301.000 rumah. Selain energi listrik yang dihasilkan, operasionalisasi pemanfaatan panas bumi juga berkontribusi terhadap penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT. Pertamina, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapatkan Dana Bagi Hasil yang diatur oleh Kementerian Keuangan, sementara pemerintah kabupaten mendapatkan bonus produksi sebesar Rp 25,6 Milyar, yang sejak tahun 2015 disetorkan langsung ke kas pemerintah kabupaten (Garut: Rp 24,1 Milyar dan Bandung: Rp 1,5 Milyar).
“Operasionalisasi panas bumi, secara tidak langsung juga berkontribusi dalam pengembangan/pembangunan wilayah, peningkatan aktivitas ekonomi, membuka lapangan kerja dan upaya-upaya penguatan masyarakat di tingkat lokal melalui kegiatan-kegiatan CSR-nya,” papar dia.
Pemanfaatan panas bumi pada awalnya dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy, kemudian pada tahun 2002 dilakukan Kontrak Operasi Bersama dengan PT Amoseas Indonesia Inc. (2002-2005), kemudian berganti menjadi Chevron Geothermal Indonesia Ltd. Dan saat ini beralih kepada Star Energy Geothermal Darajat II Ltd. Selain itu, terdapat pemanfaatan jasa lingkungan air oleh masyarakat di 3 (tiga) desa, yaitu Desa Karya Mekar, Desa Padaawas dan Desa Sarimukti, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.
Berdasarkan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.34/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, pemerintah dapat melakukan perubahan fungsi kawasan hutan untuk kepentingan optimalisasi fungsi kawasan.
Laporan: Muhammad Hafidh