Artikel ini ditulis oleh Abdul Rohman, Pemerhati Sosial Kebangsaan.
Negara-negara barat (Amerika Serikat dan Eropa) sudah lama menyadari dan memprediksikan datangnya era Asia.
Sudah sejak tahun 1980-an mereka membayangkan suatu saat kelak, sopir-sopir Asia di negaranya itu berubah posisi. Mereka gantikan posisinya dan orang-orang barat menjadi sopir. Itulah yang mereka khawatirkan.
Maka upaya yang bisa dilakukan bukan menghentikannya. Tapi menghambatnya selama mungkin agar kenyamanan barat itu tetap bertahan.
Ada dua faktor besar era Asia akan datang. Pertama, SDA dan daya dukung ekonomi negara-negara barat sudah ter-eksploitasi sejak lama. Cadangan SDA untuk menopang kenyamanan dan glamourisme hidupnya dalam iklim kapitalisme sudah semakin habis.
Kedua, perkembangan teknologi informasi yang menyebabkan persebaran ilmu pengerahuan semakin merata di seluruh dunia. Wilayah-wilayah non eropa yang dijadikan sebagai sumber SDA semakin tidak mau dikadali. Mereka ingin mandiri pula dalam menikmati kekayaan alamnya.
Merosot dan bahkan berakhirlah dominasi negara-negara barat itu. Hal itu sudah disadari sejak lama. Bahkan new world order, tatanan dunia baru yang didesain barat untuk mengendalikan bangsa-bangsa lain, punya limitasi. Kesimpulannya: hegemoni barat pasti akan berakhir.
Tahun 2000 an, kita disuguhkan kemunculan kekuatan ekonomi baru yaitu RRC dan India, menyusul Jepang yang sudah maju sejak lama. Di luar dua nama pertama itu, Indonesia sebenarnya sudah didesain sejak awal orba, menjadi yang terdepan menyusul Jepang.
Indonesia diproyeksikan dalam dua kali PJP (Pembangunan Jangka Panjang) menyusul maju. Masing-masing tahap selama 25 tahunan. Dalam dua tahap itu Indonesia diproyeksikan sudah setara negara maju. Jika sesuai sekenario, tahun-tahun ini, atau sejak tahun 2020, Indonesia sudah setara negara maju.
Bukan hanya skala ekonominya saja yang masuk G20. Namun kemampuan teknologi Indonesia dan kedaulatan ekonominya sudah setara negara maju. Kesejahteraan rakyatnya meningkat dalam standar negara maju. Skenario itu terputus pada tahun 1988 oleh sebuah gerakan reformasi.
Kembali kepada datangnya era abad Asia. Harusnya Indonesia terdepan menikmati situasi itu. Kekayaan SDA nya melimpah. SDM nya banyak yang bagus. Masterplan untuk menjadi bangsa maju sebenarnya sudah lama ada. Sudah disiapkan sejak era orde baru.
Selain kekuatan SDM, Indonesia merupakan penduduk muslim terbesar. Ia memiliki konektivitas emosional dengan negara-negara berpenduduk muslim lainnya. Jika mampu mengkapitalisasinya secara ekonomi, tentu merupakan tambahan kekuatan lain bagi Indonesia. Terutama dalam memperluas jaringan pasar.
Indonesia harus segera menyelesaikan konsolidasi demokrasinya. Demokrasi yang bisa mengantarkan efektifitas bangsa ini dalam mengejar kemajuan. Dan mensejahterakan rakyatnya. Suatu ikhtiar yang belum benar-benar terselesaikan sejak gelombang reformasi 1998.
Segenap bangsa ini seharusnya mejadi buzzer-buzzer kemajuan bangsa. Tak soal mereka sebagian ada yang menjadi buzzer politik partisan. Akan tetapi kesadaran untuk mejadi “buzzer kebangsaan” harus terus ditanamkan.
Abad asia harusnya milik kita bangsa Indonesia. Bukan hanya ketersediaan sumber daya. Hal itu sudah sejak lama disiapkan melalui proses pembangunan bertahap berkelanjutan. Jangan diserahkan kemajuan itu kepada bangsa-bangsa lain untuk menikmatinya. Sementara bangsa ini hanya mendapat bagian kecilnya saja.
ARS, Bangsa-Jaksel, 25-11-2022
[***]