Artikel ini ditulis oleh Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik.
“Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian,”
[Andi Pangerang Hasanuddin, 22/4]
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ma’mun Murod berang. Dia mengecam keras komentar yang dibuat peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin terkait perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah.
Pasalnya, metode hisab yang diadopsi Muhammadiyah yang menghasilkan perbedaan dalam menentukan Lebaran dipermasalahkan, sampai harus mengancam di media sosial (medsos). Ma’mun heran, bagaimana mungkin seorang peneliti BRIN bersikap layaknya preman daripada seorang intelektual dalam menyikapi perbedaan.
Kasus ini bermula, saat dilaman Facebook ada statemen Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin. Eks kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) itu menilai, Muhammadiyah sudah tidak taat kepada pemerintah terkait penentuan Lebaran 2023.
“Eh, masih minta difasilitasi tempat sholat Id. Pemerintah pun memberikan fasilitas,” ujar Thomas.
Lalu, Status Thomas mendapat respon dari anak buahnya yang dikenal sebagai pakar astronomi BRIN, Andi Pangerang Hasanuddin. Melalui akun AP Hasanuddin, ia menuliskan kemarahan atas sikap Muhammadiyah dengan me-mention akun Ahmad Fauzan S.
“Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian,” ujarnya.
Namun, statemen sok gagah, SARA, intoleran dan memecahbelah bangsa ini tak sebanding dengan nyali si pelaku.
Status AP Hasanuddin ini viral di berbagai kanal media sosial. Di lini masa Twitter dan Facebook, statusnya banyak disebar, termasuk di grup Whatsapp. Namun, akun AP Hasanudin sendiri sudah digembok. Konfirmasi sifat pengecut dari pemiliknya!
Agar bangsa Indonesia tidak terbelah, agar tidak ada pemaksaan pandangan mahzab fiqh tertentu dan tata cara keyakinan ibadah berdalih keputusan pemerintah, agar tidak ada rakyat Indonesia yang gemar menyebarkan kebencian dan permusuhan kepada individu atau kelompok masyarakat berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan), maka AP Hasanudin ini harus segera ditangkap Dane dipenjara!
Penyidik Polri dapat menerapkan ketentuan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45a ayat (2) UU No. 19/2016 tentang perubahan UU No 11/2008 tentang ITE, yang menyatakan:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”.
Tindakan AP Hasanudin jelas dilakukan secara sengaja. Umpatan dan ancaman pembunuhan yang ditulis AP Hasanudin jelas melawan hak. AP Hasanudin jelas-jelas menyebarkan kebencian dan permusuhan kepada Muhammadiyah berbasis SARA.
Karena pasal 28 ayat (2) UU ITE ini ancaman pidananya 6 tahun penjara sebagaimana diatur dalam pasal 45a ayat (2), pasal 28 ayat (2) UU ITE juga delik umum, bukan delik aduan sehingga tak membutuhkan laporan dari Muhammadiyah, karenanya penulis minta kepada penyidik POLRI agar segera menangkap dan menahan AP HASANUDIN.
Sebab jika tidak, penulis khawatir akan keselamatan AP Hasanudin. Apalagi, AP Hasanudin sudah merasa ketakutan dengan menggembok akun sosmednya. Proses hukum terhadap AP Hasanudin dilakukan agar penyelesaian kasus ini diselesaikan secara hukum, bukan dengan eksekusi jalanan.
[***]