DARI sejumlah kasus yang membelit Ahok, baik di KPK, kepolisian di pengadilan dan saat menjadi bupati di Belitung Timur, sudah menjadi pengetahuan umum si terdakwa penistaan agama ini seharusnya mendekam di penjara. Jika tidak, maka perbuatannya menghina agama dan ulama akan diulangi terus menerus.
Dengan arogan, Ahok mengancam Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin saat memberikan kesaksian pada persidangan penistaan agama di Gedung Kementerian Pertanian, Ragunan Jakarta Selatan, kemarin.
Ahok ancam Kiai Maruf Amin, Ketua Rais Aam PBNU dan Ketua MUI untuk dilaporkan ke polisi dan tuduhan berbohong.
Perbuatan ini amat tercela sehingga memancing reaksi sejumlah tokoh dan kalangan NU. Kalangan Nahdiyyin marah besar atas kelakukan Ahok itu.
Dalam wawancara di salah satu stasiun tv asing, Ahok malah mengulangi apa yang di ucapkan di Pulau Seribu lalu. Dan merasa tidak bersalah, meski karena perbuatannya itu, dia pernah minta maaf.
Tapi dengan pernyataan di stasiun televisi asing itu, bukti bahwa minta maafnya itu hanya politis dan basa basi. Buktinya dia ulangi lagi.
Arogansi dan congkaknya Ahok itu diakibatkan karena dia merasa di lindungi oleh Jokowi, apa pun kasus dan perbuatannnya.
Semua kasusnya beraroma korupsi yang di tangani KPK, mentok. Karena sikap Jokowi dan Menko Luhut seolah melindungi dan pasang badan bagi Ahok. Maka sikap dan kelakukan Ahok itu, Jokowi dan Luhut wajib tanggung jawab.
Publik belum lupa saat KPK usut kasus Ahok, lalu Ketua KPK, Agus Raharjo terlihat bertemu dengan Jokowi di Korea saat itu.
Lalu KPK pun terlihat eweuh-pakewuh lanjutkan kasus Ahok. Begitu juga Luhut, saat KPK sedang tangani kasus Sumber Waras, setelah bertemu Ahok di salah satu kesempatan, Luhut lalu bikin pernyataan, Ahok tidak bersalah dalam kasus itu. Bahkan pimpinan KPK pun ketemu Luhut saat itu masih sebagai Menkopolhukam.
Publik menduga, jangan-jangan Luhut pasang badan buat Ahok itu tidak gratis. Bisa juga kekuatan 9 taipan yang bermain di saat pilpres seperti di ungkap Kwik Kian Gie, juga bermain di belakang kasus-kasus Ahok yang turut bermain, benar adanya.
Dari bekingan Jokowi, Luhut dan para taipan di belakang Ahok termasuk dalam kasus reklamasi, Ahok terlihat seenak saja berbuat apa saja. Toh hukum dan kekuasaan bisa di kendalikan. Dan tidak bisa menyentuhnya.
Sekarang mesti sudah terdakwa di pengadilan dalam kasus penghinaan agama saja tidak bisa penjara. Meski yurisprudensi-nya semua penista agama selama ini di jebloskan ke penjara lalu di adili.
Maka langkah menghentikan arogansi dan kecongkakan Ahok itu, segera saja hakim pengadilan memerintahkan kejaksaan agar segera menahan Ahok. Bila tidak, Si Penebar kegoncangan bagi Negeri ini semakin marajalela.
Tindakan itu perlu dilakukan majelis hakim sebagai bukti Negara ini tidak tunduk pada satu orang dan tidak tambah kacau.
Oleh Muslim Arbi, Koordinator Gerakkaan Aliansi Laskar Anti Korupsi (Galak)