KedaiPena.Com – Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) mendesak instansi berwenang segera melaksanakan putusan Pengadilan yang menghukum PT Kallista Alam untuk membayar ganti rugi materil dan pemulihan lingkungan sebesar Rp366 miliar, karena terbukti membakar lahan seluas 1.000 ha di lahan gambut Rawa Tripa, Darul Makmur, Nagan Raya, Aceh.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh, 8 Januari 2014 silam, mengabulkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dengan memvonis PT Kallista Alam membayar ganti rugi materi Rp114,3 miliar dan biaya pemulihan lingkungan Rp251,7 miliar.
Saat tingkat dua di Pengadilan Tinggi Banda Aceh, PT Kallista Alam kembali kalah dan direkturnya dijatuhkan hukuman pidana dengan membayar denda sebesar Rp3 miliar.
Putusan tersebut diperkuat Mahkamah Agung (MA) pada April 2016 yang menolak kasasi yang diajukan perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit itu.
“Isi Putusan PN Meulaboh tersebut harus segera dilaksanakan, mengingat areal gambut Rawa Tripa seluas lebih kurang 1.000 hektare yang telah dirusak dengan cara membakar tersebut, harus segera dipulihkan. Sehingga, tidak meluasnya gangguan keseimbangan ekosistem di sana,” ujar Kepala Departemen Hukum GeRAM Nurul Ikhsan, dalam siaran pers kepada Kedaipena.com di Jakarta, Senin (19/6).
Kepala Departemen Keadilan dan Pembangunan Berkelanjutan GeRAM Harli Muin menambahkan, kebakaran lahan oleh PT Kallista Alam mengakibatkan rusaknya lapisan permukaan gambut dengan tebal rata-rata 5-10 cm.
Kemudian, berdampak terhadap 1 juta m3 terbakar dan tidak dapat pulih lagi. Sehingga, akan mengganggu keseimbangan ekosistem di lahan bekas terbakar.
“Akibat kerusakan fungsi tersebut, mata rantai dampak selanjutnya, yaitu dilepaskan gas rumah kaca selama berlangsungnya kebakaran sebanyak 13.500 ton karbon, 4.725 ton CO2, 49,14 ton Ch4, 21,74 ton Nox, 60,48 ton Nh3, 50,08 ton O3, 874, 12 ton Co serta 1050 ton partikel,” urainya.
Karenanya, tidak ada lagi alasan bagi PN Meulaboh untuk menunda eksekusi terhadap Putusan MA, karena kasasi PT Kallista Alam ditolak. “Menunda, berarti memperbesar kerusakan lingkungan,” tegasnya.
Kalau seandainya PT Kallista Alam nantinya mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (PK), Nurul menerangkan, itu tidak bisa dijadikan alasan menunda eksekusi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
“Setelah dua tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap, PT Kallista Alam tidak menunjukkan itikad baik memenuhi keputusan dengan damai, sudah seharusnya dilakukan paksaan,” jelasnya.
“Ini penting dilakukan dengan segera mencegah timbulnya kecurigaan, bahwa ada tidak beres di antara para pihak yang terlibat dalam berpekara,” pungkas Nurul.