KedaiPena.Com – Kesenjangan ekonomi di Indonesia harus segera diatasi karena dapat menganggu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kerawanan sosial.
Demikian Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam di Jakarta, ditulis Sabtu (14/1).
Ecky mengutip sejumlah penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa ketimpangan dapat mengganggu laju pertumbuhan, dimana dalam penelitian yang dilakukan IMF menyebutkan bahwa peningkatan 1 persen dari kontribusi pendapatan masyarakat dengan 20 persen pendapatan tertinggi akan menyebabkan pertumbuhan melambat sebesar 0,08 persen dalam waktu lima tahun.
Ecky juga mengingatkan atas temuan dalam Laporan Bank Dunia, yang juga telah memberikan warning potensi ledakan sosial akibat “Ketimpangan yang Semakin Lebar”.Â
Bank Dunia mengungkapkan bahwa di balik pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dalam satu dekade terakhir, dalam kurun waktu yang sama 1 persen rumah tangga terkaya di Indonesia menguasai 50,3 persen aset uang dan properti nasional.Â
Diperkirakan sekitar 10 persen orang terkaya menguasai 77 persen dari total kekayaan nasional. Sehingga, 200 juta lebih penduduk Indonesia hanya menikmati distribusi kue pembangunan tak lebih dari 25 persen.
“Untuk konteks Indonesia, laporan Bank Dunia menyatakan ada empat hal yang membuat ketimpangan semakin besar, yaitu ketidaksetaraan kesempatan akses pendidikan; kesenjangan upah; keuntungan dari penguasaan aset-aset finansial yang hanya dinikmati segelintir orang; dan shock dalam perekonomian yang mengurangi daya beli,” urainya.
Berdasarkan poin di atas, Ecky mengingatkan agar Pemerintah mewaspadai dan menjaga angka inflasi pangan agar dapat menjaga daya beli rakyat terutama keompok terbawah. Ecky merisaukan selama tahun 2016 inflasi barang bergejolak Indonesia terutama harga pangan sudah mencapai 5,92 persen. Angka tersebut relatif tinggi, mengingat pada tahun 2015, angka inflasi barang bergejolak hanya sebesar 4,84 persen.
“Hal ini perlu menjadi perhatian serius, karena dapat memperlemah pertumbuhan dengan menggerus daya beli masyarakat. Karena 50,04 persen dari belanja masyarakat Indonesia adalah belanja pangan, dan pangan menyumbangkan 73 persen pada garis kemiskinan,” ia menambahkan.
“Maka kebijakan secara serentak menaikkan harga barang yang diatur Pemerintah seperti Tarif Listirk, harga BBM, biaya STNK dan BPKB akan memicu rentetan kenaikan barang lainnya dan menggerus daya beli. Ini sangat tidak tepat dan tidak dapat diterima,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh
Foto: Istimewa