KedaiPena.Com- Pemerintah dinilai seolah tak henti-hentinya membuat kebijakan yang bertolakbelakang dengan kehendak publik. Mulai dari Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) hingga aturan soal Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan diusia 56.
“Dari UU Ciptaker misalnya hak-hak buruh sudah dipangkas, pekerja sistem kontrak yang bisa sewaktu waktu tidak diperpanjang alias tidak ada buruh tetap. Ditambah lagi sekarang hak JHT ditunda pembayaranya sampai umur 56 tahun. Logikanya di mana coba kalau keluar atau tidak diperpanjang kontraknya pada usia 30 tahun harus menunggu 26 tahun. Orang kan butuh uang ketika dihadapkan kondisi seperti itu, bagaimana menyambung hidup kalau haknya dirampas begitu,” tegas Anggota DPR RI dari fraksi partai Demokrat, Bambang Purwanto, Minggu,(20/2/2022).
Bambang Purwanto mengaku sedih dengan beragam kebijakan pemerintah yang bersentuhan dengan kepentingan publik baru-baru ini.
“Mau sampai kapan aniaya buruh dan masyarakat yang tengah kesusahan. Konstitusi jelas mengamanatkan agar pemerintah melindungi dan menjaga hak-hak dasar warganya. Bukan malah merampasnya,” ungkap Bambang.
Bambang menilai, kebijakan JHT dan soal tanah tak lebih sebagai kebijakan yang penuh kepanikan.
“Panik rezim ini karena gembar gembor berbagai pembangunan dengan kemampuan modal yang minim. Akhirnya dana rakyat yang bukan haknya pun dilibas dengan berbagai dalih,” pungkas Legislator dari dapil Kalteng itu.
Diketahui, baru-baru ini pemerintah mengeluarkan dua kebijakan yang mendapat sorotan tajam dari berbagai kelompok masyarakat.
Pertama, pemerintah dalam hal ini Kemenaker mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2/2022 tentang waktu pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT).
Kedua, pemerintah dalam hal ini Kementerian ATR/BPN mulai 1 Maret 2022 kartu BPJS Kesehatan harus dilampirkan sebagai syarat pendaftaran hak atas tanah atau satuan rumah susun yang diperoleh dari jual beli. Kebijakan tersebut sesuai Surat Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN Nomor HR.02/153-400/II/2022.
Laporan: Sulistyawan