KedaiPena.com – Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Fraksi PKS Idrus Salim Al-Jufri menanggapi kebijakan kenaikan usia pensiun menjadi 59 tahun, yang efektif mulai 1 Januari 2025 dan menarik perhatian berbagai pihak.
Ia menegaskan pentingnya memahami konteks, filosofi, dan dampaknya agar kebijakan ini dapat dilaksanakan secara optimal dan adil.
Habib Idrus menekankan bahwa kenaikan usia pensiun menjadi 59 tahun bukanlah norma baru. Ketentuan ini telah diatur sejak tahun 2015 melalui Pasal 15 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.
Berdasarkan regulasi tersebut, usia pensiun ditingkatkan secara bertahap, 56 tahun pada 2015, 57 tahun pada 2019, 58 tahun pada 2022, dan kini menjadi 59 tahun pada 2025.
“Perlu dipahami bahwa kebijakan ini adalah implementasi dari regulasi yang sudah dirancang lama, bukan aturan yang tiba-tiba muncul,” kata Habib Idrus, demikian ia akrab dipanggil, Senin (13/1/2025).
Ia pun menjelaskan bahwa usia pensiun 59 tahun ini merujuk pada usia yang digunakan untuk mendapatkan manfaat Program Jaminan Pensiun (JP) dari BPJS Ketenagakerjaan, bukan batas usia pekerja harus berhenti bekerja karena pensiun.
“Ketentuan usia berhenti bekerja atau memasuki pensiun tetap mengikuti aturan yang tertuang dalam kontrak kerja atau peraturan perusahaan,” ucapnya.
Sebagai informasi, aturan terkait batas usia pensiun diatur dalam beberapa regulasi, antara lain Pasal 81 angka 41 dalam Pasal 151A huruf c UU No. 6 Tahun 2023, yang menyebutkan pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Dan, Permenaker Nomor 2 Tahun 1995, yang menetapkan usia pensiun normal adalah 55 tahun dan usia pensiun maksimum 60 tahun.
Ia menjelaskan filosofi dari pengaturan usia pensiun mencakup beberapa hal penting, Pertama batas Masa Produktif Pekerja. Usia produktif pekerja saat ini ditetapkan pada 56 tahun dan akan meningkat secara bertahap hingga 65 tahun, seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia.
“Kedua ketahanan Dana Program. Kebijakan ini juga mempertimbangkan keberlanjutan Program Jaminan Pensiun, agar manfaat yang diterima pekerja tetap terjamin di masa depan, dengan mengurangi tekanan pada dana pensiun,” ucapnya lagi.
Habib Idrus mengakui bahwa kebijakan ini memiliki potensi besar, namun juga membawa tantangan. Dimana, ada peluang untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan memberikan waktu lebih lama untuk mengumpulkan dana pensiun, sekaligus mendukung keberlanjutan sistem jaminan sosial.
Sementara tantangannya, imbuhnya kebijakan ini membutuhkan dukungan perlindungan pekerja senior, akses jaminan sosial bagi sektor informal, serta program untuk mendorong regenerasi tenaga kerja agar tidak menghambat peluang kerja generasi muda.
Untuk mendukung implementasi kebijakan ini, Habib Idrus mengusulkan, Pertama Perlindungan bagi Pekerja Senior, Pemerintah harus mendorong perusahaan untuk menyediakan lingkungan kerja yang ramah usia, termasuk fleksibilitas jam kerja dan pelatihan ulang.
“Kedua program Bagi Generasi Muda. Peluang kerja harus tetap dijaga dengan mengembangkan pendidikan vokasi dan kewirausahaan,” kata Habib Idrus lebih lanjut.
Ketiga, lanjut Habib Idrus, Jaminan Sosial Inklusif. Perlindungan harus diperluas bagi pekerja sektor informal, yang jumlahnya masih signifikan di Indonesia.
“Keempat evaluasi Kebijakan. Dampak kebijakan ini harus dievaluasi secara berkala untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan sosial,” ungkapnya.
Kebijakan ini, kata Habib Idrus, harus dipahami sebagai langkah strategis untuk menyeimbangkan dinamika sosial dan ekonomi. Namun, implementasinya harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan ketimpangan baru.
“Kami di Fraksi PKS akan terus mengawal kebijakan ini agar berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa