KedaiPena.com – Menyikapi ditutupnya akses publik ke Sirekap, Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando EMaS menyatakan bahwa sudah sejak awal Sirekap memunculkan masalah.
“Seperti, bahwa server Sirekap milik Alibaba, yang diduga dioperasikan di Singapura. Lalu, ada kekacauan dalam pembacaan data dan juga penggelembungan suara yang dilakukan oleh sistem sehingga diduga oleh banyak pihak dipergunakan untuk memenangkan salah satu calon presiden dan salah satu partai politik,” kata Fernando, Kamis (7/3/2024).
Yang terbaru, lanjutnya, viralnya Partai Solidaritas (PSI) sebagai satu-satunya partai politik yang mengalami lompatan suara yang sangat signifikan dan ditengarai ada “operasi senyap” untuk meloloskan PSI ke DPR RI.
“Sehingga sangat mungkin tidak bisanya diakses Sirekap belakangan ini untuk memuluskan “operasi senyap” tersebut,” ungkapnya.
Apalagi, tambah Fernando, belakangan ada upaya untuk melaporkan Sirekap ke Bareskrim Polri oleh Pakar Telematika, Roy Suryo.
“Sangat mungkin KPU sedang memastikan bahwa Sirekap tidak àkan menimbulkan masalah hukum apabila dilakuman uji forensik seperti yang diusulkan oleh banyak pihak,” ungkapnya lagi.
Ia menyatakan seharusnya segala dugaan kecurangan terkait dengan rekapitulasi suara, bisa dibuktikan. Karena masing-masing saksi dari calon paslon presiden dan partai politik serta Pengawas TPS memiliki salinan C1. Salinan C1 merupakan bukti yang akurat apabila terdapat sengketa pemilu terkait dengan adanya penggelembungan suara.
“Namun yang sulit dibuktikan adalah mengenai tuduhan kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) seperti yang dituduhkan oleh berbagai pihak,” kata Fernando lebih lanjut.
Untuk bisa mengungkap tentang adanya dugaan kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif, menurut Fernando, perlu dilakukan upaya lain seperti yang sudah dilakukan melalui lembaga legislatif dengan menggunakan hak angket.
“Akan lebih besar peluang dibongkar adanya kecurangan TSM kalau dilakukan melalui hak angket dibandingkan melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Mahkamah Konstitusi (MK). Apalagi MK dianggap salah satu lembaga yang turut serta dilibatkan untuk melakukan kecurangan TSM tersebut karena membuka peluang pencalonan Gibran melalui putusan nomor 90/PUU-XXI/2023,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa