KedaiPena.com – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menyoroti praktik hubungan kerja eksploitatif yang dijalankan oleh PT Pos Indonesia terhadap sekitar 15.000 pekerja “mitra pos.”
Presiden KSPI dan Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa sistem kemitraan yang diberlakukan bukan hanya melanggar hukum, tetapi merupakan bentuk perbudakan di era modern.
“Mereka tidak bekerja lewat aplikasi. Mereka bekerja langsung di kantor PT Pos wilayah setempat, memakai seragam resmi, mengerjakan pekerjaan yang sama dengan karyawan tetap PT Pos. Ini jelas hubungan kerja langsung. Tapi status mereka disebut mitra, tanpa hak-hak dasar sebagai pekerja. Ini pelanggaran yang orisinal, dan sangat serius,” kata Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/3/2025).
Menurut Iqbal, hubungan kerja antara mitra pos dan PT Pos Indonesia melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah menegaskan bahwa jika ada perintah kerja, upah, dan pengawasan langsung, maka itu adalah hubungan kerja formal.
KSPI menemukan banyak pekerja mitra yang tidak memiliki kepastian kerja. Kontrak kerja sering kali tidak diperpanjang secara jelas. Banyak yang terakhir kali menandatangani perjanjian kerja pada 2019 atau 2024 tanpa ada kejelasan untuk tahun berikutnya. Selain itu, upah para mitra jauh dari layak. Mereka yang bekerja di loket—sebelahan dengan karyawan tetap—dibayar per paket, bukan berdasarkan upah minimum.
“Sebelah kanan karyawan tetap PT Pos dengan gaji sesuai UMK. Sebelah kiri mitra pos yang dibayar per paket. Ini nyata-nyata penindasan yang dilegalkan oleh negara,” ujarnya tegas.
Said Iqbal menyebutkan banyak pekerja mitra yang menerima upah di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Kabupaten/Kota (UMK), sementara perusahaan mendapatkan keuntungan dari sistem bagi hasil yang timpang dan lebih menguntungkan korporasi.
Jam kerja pun sangat tidak manusiawi. Mitra Oranger Loket diharuskan bekerja minimal 200 jam per bulan. Bila target tak tercapai, dikenakan denda Rp100 per menit. Mitra Oranger Antaran bahkan kerap bekerja lebih dari 11 jam sehari tanpa upah lembur, dan tetap dipaksa masuk di hari libur.

“Ini bukan lagi kemitraan, ini adalah perbudakan modern,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti tidak adanya pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada mitra pos.
“THR itu hak pekerja. Tapi banyak mitra tidak pernah menerima THR sama sekali. Bahkan ada yang hanya menerima Rp50.000. Ini bukan hanya pelanggaran, ini penghinaan terhadap martabat buruh,” tegasnya.
KSPI akan segera meminta audiensi dengan Menteri BUMN Erick Thohir untuk memperbaiki sistem hubungan kerja di PT Pos Indonesia. Tidak boleh ada lagi pekerja yang diberi status “mitra” padahal bekerja seperti karyawan tetap. KSPI menuntut agar para mitra diangkat dengan status yang jelas, baik kontrak maupun tetap, dengan upah sesuai minimum, jam kerja maksimal 8 jam per hari atau 40 jam per minggu, upah lembur bila melebihi jam kerja, dan tidak ada potongan upah sewenang-wenang.
“Kami akan melaporkan hal ini langsung ke Presiden Prabowo Subianto bila tidak ada langkah konkret dari Kementerian BUMN. Dan pasca Lebaran, KSPI akan memimpin pemogokan nasional besar-besaran terhadap PT Pos Indonesia, melibatkan puluhan ribu pekerja mitra pos di seluruh Indonesia,” tegas Iqbal.
Sementara itu, Presiden Federasi Serikat Pekerja Aspek Indonesia, Abdul Gofur, menambahkan bahwa pekerja mitra tidak mendapatkan hak cuti sama sekali.
“Tidak ada cuti sakit, tidak ada cuti haid, apalagi cuti melahirkan. Bahkan ada pekerja perempuan yang dipecat hanya karena mengajukan cuti melahirkan,” ungkapnya.
Gofur juga menyoroti skema pembayaran yang tidak transparan. “Pekerja tidak tahu apakah pembayaran yang mereka terima sesuai jumlah kiriman. Bahkan ada yang tidak menerima pembayaran sama sekali, tanpa penjelasan. Ditambah lagi, jika ada kesalahan pengiriman, pekerja bisa didenda Rp100.000, padahal fee per paket hanya sekitar Rp2.350. Ini sistem yang sewenang-wenang dan menindas,” pungkas Gofur.
Laporan: Tim Kedai Pena