KedaiPena.com – Jika berkaca pada fakta kebijakan ekspor pasir laut di masa lalu, walhasil begitu banyaknya pulau-pulau kecil yang tenggelam atau setidaknya menyisakan daratan-daratan yang rusak di sekitar kepulauan Riau atau daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Politisi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin menyatakan perlu dievaluasi terlebih dahulu apakah kebijakan ekspor pasir laut tidak berbahaya bagi kehidupan biota laut, kelangsungan hidup nelayan, dan kelestarian lingkungan di masa datang, sebelum diimplementasikan.
“Dampak kerusakan lingkungan akibat pengelolaan ekspor pasir laut selama ini merugikan rakyat Indonesia. Padahal pulau-pulau itu aset bangsa yang harus dijaga demi kelangsungan masa depan anak bangsa ini. Kita tidak ingin anak cucu diwariskan lingkungan yang rusak, yang sudah pasti akan mengancam biota laut dan tentu kehidupan anak cucu kita di masa datang,” kata Didi, Sabtu (5/10/2024).
Ia menilai peraturan baru tentang ekspor pasir laut bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk ekosistem laut yang lebih sehat. Bahkan, lanjutnya, Greenpeace Indonesia telah memberikan peringatan bahwa penambangan pasir laut dapat mempercepat krisis iklim.
“Tepatnya hal ini akan mempercepat tenggelamnya pulau-pulau kecil dan abrasi pantai. Ekspor pasir laut bisa mengancam kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, keputusan pemerintah untuk membuka kembali keran ekspor harus ditinjau ulang.
“Sebelum dilakukan Amdal yang kredibel, dan transparansi terhadap program yang akan digulirkan ini. Maka stop dulu upaya penambangan pasir laut ke negara Singapura ini,” ujarnya lagi.
Ia menegaskan bahwa tidak ada pihak yang menginginkan suatu kebijakan yang dapat membuka potensi kerusakan lingkungan dan menjadi warisan berbahaya bagi anak cucu kita ke depan.
“Berkaca pada rusaknya lingkungan sebelum ini, oleh karenanya audit terhadap dampak kerusakan lingkungan dan keberlangsungan kehidupan nelayan harus dilakukan dulu, sebelum memutuskan proyek yang berbahaya ini,” pungkas Didi.
Laporan: Muhammad Hafidh