MESKI debat calon presiden bagian kedua berlangsung Minggu kemarin, namun kegaduhan dan perdebatan masih menyelimuti masyarakat hingga saat ini. Baik di dunia nyata ataupun di dunia maya. Hampir setiap saat, riuh efek debat menjadi tema berita.
Calon Presiden nomor urut 01, Joko Widodo, menjadi investor utama dalam menyumbang saham kegaduhan. Mulai dari memaparkan sederet data bohong, hingga menyerang sisi pribadi Prabowo Subianto yang diindikasi kuat melanggar tata tertib aturan debat.
Ironisnya, meski terbukti banyak mengutip data yang salah dan telah menimbulkan kegaduhan, Jokowi hingga saat ini tidak pernah mengakui kesalahan dan meminta maaf secara terbuka kepada publik. Dia seperti membiarkan masyarakat berdebat dan beradu urat.
Kesalahan Jokowi dalam mengutip banyak data memang sangat disayangkan. Bagaimana bisa seorang kepala negara berkali-kali memberikan keterangan tidak benar.
Padahal, Jokowi memiliki instrumen dan perangkat kerja yang sangat lengkap. Dengan percaya diri Jokowi berbicara seakan menganggap orang lain tidak bisa mengkroscek fakta sebenarnya. Ingat, rakyat sudah cerdas.
Salah adalah manusiawi dan bisa menghinggapi siapa saja dan kapan saja. Tetapi sejatinya seorang pemimpin harus bisa memberikan contoh dengan cara ksatria meminta maaf kepada publik bila kedapatan melakukan kesalahan.
Beberapa waktu lalu, Prabowo pernah menjadi korban kebohongan Ratna Sarumpaet. Dengan gagah berani, Prabowo meminta maaf secara terbuka kepada publik. Padahal perlu dicatat pakai stabilo tebal, bahwa Prabowo bukanlah pelaku kebohongan, melainkan korban kebohongan Ratna seperti masyarakat pada umumnya. Sebagai pemimpin, Prabowo menunjukkan jiwa ksatria.
Jiwa ksatria yang dimiliki Prabowo belum terlihat dari seorang Jokowi. Hingga kini, dia tidak berani meminta maaf dan mengakui kesalahan apa yang dia ucapkan. Kita khawatir, bila budaya semacam ini terus diterapkan, kebohongan akan menjadi kebiasaan.
Karena itu, sebaiknya Jokowi segera menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik, karena telah mengutip banyak data bodong yang berujung pada kegaduhan. Dengan demikian, kita berharap perdebatan di tengah masyarakat dapat dihentikan. Tentunya dengan catatan ke depan jangan ada lagi kebohongan yang disampaikan.
Namun, bila Jokowi enggan menyampaikan permintaan maaf dan tetap merasa benar dengan apa yang telah disampaikan, jangan salahkan publik bila kelak memberi label Jokowi sebagai pembohong yang ucapannya tidak bisa dipercaya.
Bung Hatta pernah berpesan, “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman, namun tidak jujur itu sulit diperbaiki”. Sebelum wara-wiri berkata ingin membangun negeri, sebaiknya Jokowi belajar dulu untuk memperbaiki diri.
Bila Jokowi mengalami kesulitan untuk meminta maaf secara tulus dan ksatria, maka belajarlah kepada Prabowo.
Oleh Tb Ardi Januar, Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi