KedaiPena.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan laporan Ubedillah Badrun terkait Dugaan Tindak Pidana Korupsi dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Berkaitan Dugaan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) Relasi Bisnis Anak Presiden Dengan Grup Bisnis yang Diduga Terlibat Pembakaran Hutan dinyatakan sejauh ini masih sumir, karenanya kasus diarsipkan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyampaikan hal ini dalam jumpa pers saat penyampaian kinerja semester I KPK di Jakarta, Jumat (19/8/2022).
Argumen yang disampaikan oleh Nurul Ghufron adalah karena Gibran dan Kaesang bukan pejabat publik dan belum mempunyai informasi uraian fakta dugaan atau data dukung terkait dengan penyalahgunaan wewenang dari penyelenggara negara.
Saat dihubungi, Ubedilah Badrun Yange berprofesi sebagai Dosen di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyatakan dirinya menyayangkan argumen komisioner KPK tersebut, yang menyatakan bahwa tidak ada kaitanya dengan pejabat negara karena dinilai bukan penyelenggara negara.
“Padahal secara nyata-nyata Gibran dan Kaesang adalah putra dari penyelenggara negara, yaitu Presiden Republik Indonesia. Selain itu Gibran adalah penyelenggara negara. Karena saat dilantik sebagai wali kota ternyata Gibran masih menjabat sebagai komisaris utama perusahaan yang saya sebut dalam laporan,” kata Ubed saat dihubungi, Selasa (23/8/2022).
Ia memaparkan bahwa pada tanggal 26 Februari 2021 Gibran dilantik menjadi Wali Kota Solo, Gibran juga masih terdaftar atau belum mundur dari posisinya sebagai komisaris di PT. Siap Selalu Mas, yang memiliki 47 persen saham PT.Harapan Bangsa Kita, dan sebagai Komisaris Utama PT. Wadah Masa Depan Yang memegang 19,7 persen saham.
“Sebagai informasi bahwa korupsi itu bukan hanya mengambil uang negara (APBN/APBD) yang bukan haknya, tetapi menurut buku Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi, definisi korupsi telah gamblang dijelaskan di dalam 13 pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,” ujar Ubed.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, lanjutnya, tindak pidana korupsi dirumuskan ke dalam 30 jenis, salah satunya memberi hadiah atau gratifikasi.
“Perlu diingat juga bahwa dalam kasus yang saya laporkan, juga ada pengangkatan penyelenggara negara yaitu pengangkatan Duta Besar, yang sebelumnya ia sebagai Managing Director PT. SM. Ia bukan diplomat karir,” ujarnya lagi.
Dimana, putra dari Duta Besar yang diangkat pada tanggal 17 November 2021 tersebut diketahui menjalin kerjasama bisnis yang sangat inten dengan Gibran dan Kaesang.
“Ada peralihan kepemilikan saham, hingga bisnis putra Presiden tersebut mendapat kucuran dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura. Suntikan penyertaan modal ini hingga kini terjadi sebanyak tiga kali, yaitu pada 17-8-2019, 23-11-2020, 6-6-2022,” ungkapnya.
Terkait dugaan ‘transaksi yang mencurigakan’ dan terkait dugaan gratifikasi jabatan, dugaan gratifikasi kepemilikan saham, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Ubed menyatakan hal tersebut merupakan tugas KPK untuk mengusut secara tuntas agar menjadi terang demi tegaknya kepastian hukum yang adil.
KPK dapat meminta kepada PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk menelusuri transaksi yang diduga mencurigakan tersebut.
Selain itu KPK juga memiliki kewajiban hukum untuk mencegah dan memberantas KKN dengan menelusuri seluruh perusahaan lainya milik putra Presiden tersebut yang jumlahnya kurang lebih 20 perusahaan yang didirikan oleh putra Presiden tersebut.
“Termasuk misalnya, pembelian saham 40 persen PT. Persis Solo Saestu oleh Kaesang bersama Erik Thohir. Apakah benar pembelian saham itu berasal dari uang pribadi atau perusahaan milik Kaesang?,” tutur Ubed.
Tugas mulia KPK merupakan Amanat Reformasi 1998 yang tertuang dalam Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
“Terkait pernyataan Nurul Ghufron yang menyatakan belum adanya data dukung, sebenarnya telah dijawab pada tanggal 26 Januari 2022 saat saya dipanggil KPK selama dua jam, dengan menyampaikan data-data awal dan penjelasan hukum yang lebih detail kepada KPK pada saat itu,” tuturnya lagi.
KPK, lanjut Ubed, semestinya bisa menelusuri data-data awal tersebut hingga menemukan peluang untuk mengusut tuntas dugaan Tindak Pidana Korupsi dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) berkaitan dugaan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan tersebut.
“Jadi urusan penelusuran itu urusan KPK yang memiliki wewenang atas nama Undang-undang, bukan saya, itu tugas KPK,” pungkasnya tegas.
Laporan: Ranny Supusepa