KedaiPena.Com – Harga karet dunia menunjukkan tren penurunan sejak akhir Januari 2017 setelah mencapai puncaknya di 367 yen/kg.
Setelah itu, harga karet terus turun dan sepanjang tahun ini telah menyusut lebih dari 33% (ytd).
Ketidakpastian global dampak kenaikan suku bunga serta ancaman perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok telah memicu jatuhnya harga karet dunia.
Kekhawatiran tersebut kian menguatkan perekonomian global akan mengalami perlambatan sehingga berdampak terhadap permintaan karet dunia, terutama dari Tiongkok.
Begawan ekonomi Rizal Ramli merasa kasihan dengan petani karet Indonesia. Apalagi, mayoritas petani karet adalah rakyat.
“Produktivitas karet Indonesia hanya 50 persen dari Malaysia dan Thailand karena bibit kualitas dan teknik tanam. Pemerintah disarankan untuk memberi kredit ‘replanting’ dengan bibit unggul dan bantuan teknis sejenis pola bimbingan masyarakat,” kata dia di Jakarta, ditulis Kamis (29/11/2018).
Kedua, sambung Rizal, pemerintah RI mengambil inisiatif bikin sejenis OPEC di sektor perminyakan, untuk kerek harga di pasar international. Indonesia, Malaysia dan Thailand menguasai 70% pasar karet dunia. Dengan ‘market power’ sebesar itu, harga karet bisa dikerek naik.
“Kebijakan pro-petani karet ini lebih penting dari paket ekonomi no. 16 yang cacat konsep (‘flawed concept’) yang merugikan UKM dan menghilangkan potensi nilai tambah ‘business’ internet dan ‘online’ untuk rakyat Indonesia dikemudian hari,” tegas dia.
Seperti diketahui, Indonesia merupakan produsen karet terbesar kedua di dunia dengan produksi 2,99 juta ton atau sekitar 27,4% produksi rata-rata karet dunia.
Sehingga turunnya harga karet dunia akan memukul pendapatan para petani karet.
Sementara Thailand tercatat sebagai negara dengan produksi karet terbesar di dunia, yakni mencapai 3,88 juta ton atau sekitar 35,44%.
Laporan: Ranny Supusepa