KedaiPena.Com – Santernya pemberitaan tentang privatisasi Pulau Pari oleh Perusahaan Bumi Pari Asih dalam beberapa bulan ini menjadi sebuah keresahan ditengah-tengah warga Pulau Pari.
Masyarakat yang mencari keadilan terkait dengan hak tinggal di Pulau tersebut sudah diketahui oleh KSP, Komnas HAM, Ombudsman dan masyarakat luas. Sehingga upaya preventif perusahaan untuk mengusir penduduk yang mendiami kepulauan seribu tersebut semakin gencar dilaksanakan dengan menggunakan kekuatan apararatur negara.
“Tidak bisa dilepaskan penangkapan masyarakat Kepulauan Pari adalah upaya kriminalisasi oleh perusahaan dengan dalih pungutan liar,” kata Zulpriadi, Manajer Program dan Kampanye WALHI Jakarta dalam keterangan kepada KedaiPena.Com ditulis Minggu (11/3).
Sedangkan pungutan terhadap pengunjung di Pulau Pari tersebut adalah upaya masyarakat menjaga pulau pari sehingga terlihat bersih, tertata, dan terawat. Hal ini dikarenakan tidak adanya satuan kerja yang bekerja membersihkan pulau tersebut selain dengan masyarakat yang mendiami Pulau Pari.
Sesuai dengan surat yang dikirimkan Komnas HAM kepada Bupati Kepulauan Seribu bahwa lembaga negara itu memberikan perhatian khusus terkait hak masyarakat yang mendiami Kepulauan Seribu.
Hal ini berlandaskan pasal 36 ayat 1, pasal 30, pasal 29 ayat 1, pasal 11, pasal 9 dan pasal 71 Undang-undang HAM no 39 Tahun 1999.
“Oleh karena itu perusahaan mencari celah untuk menekan masyarakat melalui upaya kriminalisasi tersebut,” ia melanjutkan.
Laporan masyarakat kepada Ombudsman juga menjadi pemicu perusahaan untuk mengkriminalisasi kembali masyarakat termasuk upaya pengusiran paksa warga. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa sebelumnya, salah satu warga, Edi Priadi dijatuhi putusan pidana oleh pengadilan.
“Hal ini merupakan yang bentuk kriminalisasi terhadap warga lantaran perlawanan terhadap perusahaan yang mengklaim bahwa tanah yang ditempati Edi tersebut adalah tanah perusahaan, meski tidak pernah di buktikan dalam perkara perdata oleh perusahaan,” lanjut dia lagi.
Laporan: Muhammad Hafidh