KedaiPena.Com -Â Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) merespon sanksi yang dijatuhkan World Trade Organization (WTO) kepada Indonesia atas tuntutan Amerika Serikat (USA) yang merasa dirugikan karena larangan Indonesia atas impor sejumlah bahan-bahan pangan.
Koordinator Alaska, Adri Zulpianto mengatakan, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berada di jalan yang benar dengan menolak impor dari Amerika tersebut.
Menurutnya, banyak pihak menilai Jokowi telah membangun swasembada pangan, dan menghidupkan petani juga peternak Indonesia. Penolakan impor buah, ayam, sapi tersebut merupakan langkah tepat untuk mendukung ekonomi lokal Indonesia.
“Akan tetapi, berhenti impor dari Amerika, bukan berarti Indonesia merdeka dari impor, karena Jokowi telah impor beras dari Vietnam, gula dari Thailand, anggur dari Cina, dan vaksin dari India,†ujar dia kepada wartawan, ditulis Sabtu (11/8/2018).
“Impor tersebut menurut data BPS naik signifikan sebesar 88% pada bulan Mei 2018 dibandingkan pada bulan April 2018, serta naik 34,01% dibandingkan bulan April 2017,†sambung dia.
Dengan kondisi demikian, kata dia, Indonesia belum merdeka dari impor. Lepas dari Amerika, Indonesia berpindah haluan ke Cina.
“Menghindari persaingan ekonomi Amerika-Cina, bukan berarti Indonesia harus melanggar perjanjian dagang oleh Amerika, yang justru malah dituntut ganti rugi oleh Amerika, pelanggaran ini malah menambah kerugian negara di tengah kebutuhan Indonesia terhadap dolar guna mendongkrak devisa negara untuk membayar utang,†sindir dia.
Selain itu, lanjut dia, Indonesia yang harus diganjar oleh sanksi WTO atas tuntutan Amerika, Indonesia harus menunjukkan bahwa Indonesia harus merdeka dari import hasil pertanian.
Hal tersebut, tegas dia, lantaran Indonesia adalah negara yang kaya dengan hasil perkebunan, pertanian dan peternakan.
“Harusnya Indonesia benar-benar mampu mengelola kekayaan Indonesia dengan baik, menjaga lahan produktif dengan tegas, jangan diubah menjadi kawasan industri, perumahan, dan mall,†geram dia.
Terakhir, dia pun memandang, bahwa kegiatan impor pemerintah merupakan sebuah kegagalan Indonesia mengelola kekayaan alam Indonesia dan telah menyakiti hati masyarakat petani dan peternak di Indonesia.
“Yang lebih menyakitkan lagi adalah ketika beban biaya impor tersebut juga menggunakan uang rakyat yang didalamnya terdapat uang para petani dan peternak,†pungkas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh