KedaiPena.Com – Pandemi Corona seharusnya tidak boleh membunuh jiwa kreatif. Buktinya banyak sektor yang malah berkembang saat pandemi melanda. Sebut saja penyedia jasa ‘meeting online’ dan bisnis ‘online’.
Demikian disampaikan ‘Co-Founder’ Sangalaki, Jejen dalam ‘Podcast #arionduty’, belum lama ini.
“Di zaman Corona ini, dua tahun ini terbukti banyak ‘brand’, organisasi atau individu yang berkembang. Ya sebenarnya tinggal mencari celahnya saja,” kata Jejen.
“Hal itu yang menurut gue menjadi tantangan untuk seseorang itu berpikir. Jadi semangat tetap muda, meski umurnya jalan. Pola pikirnya harus tetap muda,” sambung dia.
Jejen pun menceritakan awal mula membangun bisnis perlengkapan kepala atau ‘headwear’ Sangalaki. Kata dia, saat awal corona melanda, dia dan lima orang rekan bersikukuh membangun sebuah brand.
“Awalnya kita ada bisnis yang sudah selesai. Namun masih ada sisa untung. Kita masih ada uang sisa, terus pada bingung. Gue bilang, uangnya jangan di bagi-bagi, tapi dibuat bisnis lagi aja. Ya sudah gue bilang, bikin topi aja,” jelasnya.
Sayangnya, ketika merilis produk, dia langsung dihadapkan pada pandemi. Namun hal itu tak membuat surut.
“Kita sudah bikin topi, dan mau di-‘launching’ 20 Maret 2020, pas corona. Kebayang gak sih lo, punya barang segitu banyak, sudah siap ‘launching’ terus itu corona,” cerita dia.
“Apalagi corona segitu menakutkannya pas awal-awal. Dan gue gak bisa jualan tuh sama anak-anak. Dan dari situ kita semua berpikir liar, karena saat corona kita punya banyak barang, bagaimana kita jualan,” paparnya.
Ia pun mengatakan pentingnya membuat orang melirik produk Sangalaki saat itu. Caranya dengan berkolaborasi dengan banyak pihak.
“Kita berpikir bagaimana caranya ‘brand’ di-‘notice’ oleh orang, jadi perhatian lah. Itu menjadi poin penting menurut gue, di saat ‘brand’ lahir, orang merhatiin ‘brand’ lo. Itu sudah nilai plus buat sebuah ‘brand’,” ucap dia.
“Memang pola kerja nya apa yang kita suka atau ‘do it yourself’. Apa yang kita lakukan dengan apa yang kita punya. Tapi selanjutnya kita harus bekerja bersama atau ‘do it together,” begitu sih,” Jejen mengatakan.
“Jadi kita ngelakuin apa yang kita suka di awal, kayanya bebannya tidak terlalu berat. Terus lakukan dengan apa yang kita punya. Dan menurut kita, ‘tools’ itu bukan menjadi hambatan membuat karya,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi