MARI amati secara seksama perkembangan menuju Pilpres 2019, dengan batas waktu pencalonan pasangan capres-cawapres pada bulan Agustus 2018.
Sampai sekarang baru ada tiga calon presiden, yakni pertahana Joko Widodo alias Jokowi melalui deklarasi Megawati pada Rakernas PDI Perjuangan di Bali.
Kedua, Prabowo Subianto dengan menerima mandat melalui Rakernas Gerindra baru-baru ini. Calon ketiga adalah tokoh nasional Rizal Ramli, yang mengundang media nasional dan daerah ke rumahnya, Jalan Bangka, Kemang, Jakarta Selatan, untuk deklarasi sebagai calon presiden.
Mengenai nama-nama lain yang berseliweran di jagad raya Indonesia, baik medsos maupun media mainstream, jika diamati hanya sekadar kegenitan lembaga survei membuat ‘list’ yang sudah didesain tertutup melalui survei mereka. Makanya tidak heran setiap lembaga survei mempunyai daftar yang berbeda.
Berbeda dengan Rizal Ramli, Jokowi dan Prabowo, banyak nama malah terarah kepada posisi calon wakil presiden. Malah ada yang terang-terangan menyosialisasikan diri sebagai calon wakil presiden, seperti Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dengan kampanye JOIN (Jokowi-Cak Imin).
Memang, gejala ini hanya ada di Indonesia, sesuatu yang tidak lazim di dunia termasuk di Amerika Serikat. Tidak pernah orang berkampanye sebagai cawapres.
Sama dengan PKB, PKS pun memiliki 9 calon menempatkan diri sebagai cawapres Prabowo. Ketum PAN Zulkifli Hasan juga berharap demikian.
Hal sama juga terjadi pada Ketum Golka Airlangga Hartarto, Ketum PPP Romahurmuziy. Mereka tidak berharap jadi Presiden karena jauh sebelumnya sudah menyatakan dukungan kepada Jokowi sebagai Presiden. Namun demikian partai-partai tersebut berharap tokohnya disunting jadi wakil presiden.
Partai Hanura dalam rakernasnya mencalonkan Wiranto menjadi cawapres. Partai Nasdem dari rakernasnya lebih mengarah kepada Gatot Nurmantyo sebagai cawapres. Sehingga waktu itu Gatot dengan tegas menyatakan Jokowi harus dua periode.
Sehingga bisa dimaklumi ketika dalam ILC TVOne tema #Kuda Hitam, Gatot berbicara tidak jelas apakah maju sebagai capres atau cawapres, tergantung rakyat dan Tuhan.
Calon lain yang dimunculkan lembaga survei seperti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Tuanku Guru Bajang (TGB), Susi Pudjiastuti, Mahfud MD dan lain-lain, hanya sekadar dimunculkan oleh lembaga survei dan fan (pendukung) mereka. Belum ada kejelasan mereka sendiri mau maju.
Dari uraian di atas bisa ditarik kesimpulan oleh masyarakat, secara jelas calon presiden melalui rakernas partai dan deklarasi tokoh secara formal hanya tiga tokoh yakni Rizal Ramli, Prabowo dan Jokowi.
Sedangkan daftar yang banyak mengemuka melalui medsos dan media mainstream, jika dihitung ada sekitar 21 nama, hanya berharap sebagai calon wakil presiden.
Pertanyaannya kenapa di Indonesia yang laku jabatan wakil presiden, jika mengacu kepada Amerika Serikat, wakil presiden hanya sebagai ban cadangan, diperlukan jika presiden berhalangan, bahkan resminya tidak ikut dalam rapat-rapat kabinet.
Sementara di Indonesia jika dipelajari sejak M. Hatta sampai Megawati wapres juga sama fungsinya, kecuali zaman SBY, dimana ketika itu JK sebagai wapres menjadi ‘real president’. Itulah Indonesia ada sesuatu yang tidak lazim menjadi ladang rebutan.
Oleh Syafril Sjofyan, pengamat Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78