HINGGA tanggal 25 September 2016 Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Dirjen Pajak mengumumkan bahwa uang yang sudah masuk ‎hasil ‘tax amnesty’ (TA) telah mencapai Rp41.74 triliun. Sungguh luar biasa, ini angka yang sangat besar.
Bagaimana tidak,? Jika uang hasil TA tahap pertama dengan denda 2 persen sudah sebesar itu, maka itu berarti nilai aset yang telah deklarasi TA telah mencapai Rp2.087 triliun. Wow ini surprise.
‎Ini adalah program TA yang paling hebat sedunia. Ini juga merupakan pekerjaan Kemenkeu dan Dirjen Pajak yang paling sukses sepanjang sejarah Indonesia dan mungkin di dunia.
Belum ada di dunia ini sebuah kementerian bisa melakukan verifikasi aset sebesar itu bahkan di tahap yang boleh dibilang merupakan tahap sosiallisasi.
Bagaimana mungkin Pemerintah langsung bisa mendapatkan pemasukan yang begitu besar dari TA dengan “bim salabim abra kadabra”. Ini sungguh patut dicurigai. Jangan-jangan antara yang tertulis dengan isi kantong Pemerintah yang sebenarnya berbeda satu dengan lainnya.
Ada beberapa alasan mengapa muncuk kecurigaan terkait dengan capaian TA tersebut :
1.   Apa mungkin Kemenkeu dalam hal ini Dirjen Pajak sanggup menyeleksi aset sebesar itu, bagaimana membuktikan bahwa aset tersebut benar milik pihak yang mendeklarasi, siapa yang audit aset aset tersebut, jangan jangan ada harta orang lain atau harta negara yang diklaim oleh pihak pihak yang katanya mengikuti TA.
2.   Apa mungkin semua aset-aset tersebut langsung dapat dikenakan denda TA. Hal itu tidak mungkin. Aset atau harta yang dikenakan denda TA terlebih dahulu harus dikurangi dengan seluruh utang dan kewajiban pihak yang memohon TA. Jika melihat postur secara umum keuangan dari kapitalis kakap Indonesia, rata-rata utang mereka setara dengan 50 persen aset bahkan ada yang lebih besar dari itu.
Jika uang denda atau tebusan TA sebesar Rp41,74 triliun, maka aset yang deklarasi sudah lebih dari Rp4000 trilun. Ini kalau bukan bohong, ini pasti kurang waras.
3.   Jika benar ada tebusan Rp41,74 triliun, jangan-jangan itu bukan merupakan hasil tebusan dari yang berbasis harta kekayaan, namun itu uang tebusan para kriminal, koruptor, bandar judi, bandar narkoba, germo protitusi, yang siap menebus berapapun agar uang mereka yang beredar di pasar gelap bisa dimasukkan ke wilayah legal. Hati-hati loh, sekarang banyak calo uang palsu.
4.   Jika benar ada deklarasi aset antara Rp2000 sampai dengan Rp4000 triliun, maka tahun ini akan ada tambahan pembentukan modal tetap bruto, akan ada tambahan produk domestik bruto (PDB), tambahan devisa negara dari repatriasi dalam jumlah yang sangat besar. Jika itu bohong maka indikator indikator ekonomi tersebut tidak akan berubah.
5.   Jika benar dalam periode 3 bulan Pemerintah bisa mendapatkan TA sebesar itu, maka Pemerintah tidak perlu melakukan pemotongan anggaran tahap II setelah sebelumnya Pemerintah melakukan pemotongan melalui APBNPerubahan 2016 sebesar Rp160 triliun, pemotongan tahap I sebesar Rp130 triliun dan rencana pemotongan tahap II kurang lebih sebesar tahap I.
Sampai kapan Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu terus berpura-pura seperti ini. Pemerintah mengaku kaya raya tapi pada kenyataannya sudah kere. Jika benar TA sebesar itu maka rakyat menuntut agar dibebaskan dari pajak tahun ini.
Karena TA merupakan kebijakan yang tidak adil pada pembayar pajak yang taat, yang hingga detik ini masih membayar pajak sebagaimana aturan yang berlaku.
Kemenkeu jangan menyenang-nyenangkan hati Presiden Jokowi, memanfaatkan ketidaktahuan Presiden Jokowi untuk menjebak. Sehingga Pemerintah tidak sadar bahwa Pemerintah tidak memiliki persiapan apa apa menghadapi keruntuhan ekonomi yang sudah berada di tepi jurang.
Oleh Salamuddin Daeng, Pusat Kajian ekonomi Politik Universitas Bung Karno