KedaiPena.com – Jelang Hari Ibu pada 22 Desember, Aliansi Front Millenial Jabodetabek (FMJ) menggelar aksi demonstrasi pada momentum perayaan Hari Ibu dengan tajuk ‘Ibu Pertiwi Sedang Bersusah Hati’.
Aksi ini menyuarakan sikap FMJ dalam menyikapi berbagai kejadian di negara tercinta Indonesia.
Pertama, babak baru Omnibuslaw merupakan jalan tol menguatnya oligarki yang dapat mengkoptasi segala peraturan dan produk hukum yang berfungsi melindungi asset dan kepentingan nya, sehingga situasi tersebut membuat bangsa Indonesia mengalami darurat Oligarki.
Kedua, dalam momentum menyambut hari ibu FRONT MILLENIAL JABODETABEK menyatakan bahwa Ibu pertiwi sedang bersusah hati atas babak baru Omnibuslaw, yang berdampak kepada seluruh elemen masyarakat.
Ketiga, darurat Hukum, Darurat Korupsi dan Darurat Oligarki merupakan kondisi yang harus diselesaikan sekarang juga karna bersifat darurat. Dengan memastikan eksistensi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 pada pasal 2 yang menyatakan “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara” agar menjadi pijakan dari setiap lahirnya produk-produk hukum termasuk Omnibuslaw.
Dan keempat, FRONT MILLENIAL JABODETABEK sebagai wadah perjuangan dari pemuda, pelajar dan mahasiswa memliki tanggungjawab untuk mengontrol situasi dan kondisi yang sedang terjadi saat ini, terlebih mahasiswa yang terlibat dalam FRONT MILLENIAL JABODETABEK memiliki legalitas dalam undang-Undang No 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi terkhusus dalam pasal 1 angka 9 yang menyatakan bahwa mahasiswa berkewajiban menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi yakni pendidikan, penelitan dan pengabdian kepada masyarakat sehingga hal tersebut menjadi jawaban bahwa kita memiliki tanggung jawab terhadap darurat hukum, darurat korupsi dan darurat oligarki.
Humas FMJ, Thorik, menerangkan bahwa saat ini Indonesia berpotensi ‘terjun bebas’ menuju situasi darurat hukum.
Dikatakan Thorik, hal itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang (UU) Omnibus Law inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki dalam waktu dua tahun.
“Keputusan yang diberikan pada UU Omnibus law adalah peristiwa perdana bagi Mahkamah Konstitusi yang terlihat ambigu, inkonstitusional bersyarat dan tetap berlaku selama proses perbaikan dua tahun serta tidak boleh melahirkan turunan peraturan dibawah UU ini,” kata Thorik melalui keterangan tertulis, Selasa (21/12/2021).
Ia memaparkan bahwa bola panas UU Omnibus law yang dikembalikan kepada pemerintah dan DPR untuk diperbaiki berpotensi membuat Indonesia semakin terjun bebas dalam Darurat Hukum dan Darurat Oligarki yang bermental Korup serta menghalalkan berbagai cara.
Sementara itu, Irwanshah, yang juga merupakan Humas FMJ, mengatakan, kompleksitas darurat telah mendudukan rezim hari ini terus menggerus kewibawaan lembaga Negara, moralitas Negara hancur atas kepercayaan rakyat.
“Itikad revisi perubahan UU No.12/2011 yang telah menjadi prolegnas 2022 dan sekala prioritas pembahasan untuk mengkonstitusionalkan UU Omnibus law adalah menjadi babak baru UU Omnibus law,” tegasnya.
Ia juga menyatakan bahwa peristiwa kekerasan dan pemaksaan serta sembunyi-sembunyi dalam pengesahannya ketika itu dari RUU menjadi UU akan membawa sejarah UU Omnibus law yang inkonstitusi bersyarat mencaplok UU sebagai alat ujinya atas UUD yaitu UU No. 12/2011.
“Selamat datang darurat hukum yang akut dimana selamat datang fundamental norm terabaikan dan darurat hukum membawa titik rendah pelemahan Pancasila sebagai suber dari segala sumber hukum,” pungkasnya.
Laporan : Natasha